Minggu, 12 Juni 2011

Budaya Organisasi


BUDAYA ORGANISASI DALAM IMPLEMENTASI ORGANISASI BISNIS
Oleh Wahyu Purhantara
Publikasi: Analisis Kelayakan Bisnis, Yogyakarta: BMC Ofset, 2007




Kinerja perusahaan salah satunya ditentukan kondisi budaya organisasi. Sebagai aset tak berwujud (intangible), budaya organisasi adalah piranti lunak korporat yang mampu mendorong kinerja semua lini perusahaan. Lusch dan Harvey (1994) di dalam penelitiannya menyebutkan bahwa peningkatan kinerja organisasi dapat dipengaruhi oleh aset tak berwujud, antara lain: budaya korporat (corporate culture), hubungan dengan pelanggan (customer relationship), dan citra korporat (brand equity). Tahun 1989, O’Reilly juga pernah meneliti keterkaitan antara budaya organisasi atau perusahaan dengan kinerja perusahaan. Menurut O’Reilly, budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kinerja organisasi, terutama organisasi yang memiliki budaya organisasi yang sesuai dengan strategi organisasinya. Kedua software ini mampu meningkatkan komitmen karyawan kepada organisasinya. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitiannya Kotter dan Heskett (1994). Kedua sepakat bahwa budaya organisasi mempunyai dampak signifikan terhadap kinerja ekonomi organisasi dalam jangka panjang. Menurutnya, budaya organisasi merupakan faktor penting di dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi di masa yang akan datang. Namun menurut Robbins, kedua piranti (budaya organisasi dan kinerja korporat) dalam kasus tertentu kurang miliki hubungan yang jelas. Keduanya akan berpengaruh jika budaya organisasi bersifat informal, kreatif, dan mendukung penanganan risiko dan konflik untuk melahirkan budaya kreatif (1994).
1.  Pengertian budaya organisasi
Memahami tentang budaya organisasi tidak mudah dengan melalui kajian yang singkat. Untuk mengartikannya kita dapat mendefinisikan tentang budaya terlebih dahulu. Budaya, menurut Stoner (1995), diartikan sebagai suatu gabungan yang komplek dari berbagai asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang manjadi satu ketentuan dan diyakini oleh masyarakat tertentu. Dari pengertian ini dapat dikembangkan bahwa di dalam budaya termasuk smua tata cara, kepercayaan, nilai, norma yang terorganisasi dan presmis-premis lain yang diyakini bersama oleh anggota organisasi.
Berangkat dari pengertian budaya di atas, dan kemudian dikaitkan dengan organisasi, maka Schein (1985) berpendapat bahwa budaya organisasi mengacu pada sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya, dan ini menjadi pembeda terhadap organisasi yang lain. Kreitner dan Kinicki mendefinisikan budaya organisasi sebagai perekat organisasi berupa nilai-nilai yang harus ditaati (1992). Mondy secara eksplisit memperjelas pengertian di atas, bahwa budaya organsasi sebagai suatu sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam organisasi yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku (1993). Sejalan dengan pendapat ini, Djokosantosa Moeljono (2003) mengartikan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, dan dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Berdasar berbagai pengertian di atas, maka dapatlah ditarik benang merah bahwa budaya korporat adalah seperangkat sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang diyakini, dipelajari, dijalankan, dipertahankan dan dikembangkan oleh organisasi yang berguna untuk mempererat ikatan internal dan adaptasi eksternal dalam rangka mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Atas dasar pengertian ini dapat dikupas, pertama, secara struktur,  budaya korporat terdiri dari empat pilar, yaitu: asumsi dasar, persepsi, adaptasi, dan pembelajaran. Kedua, secara fondamental, budaya korporat memiliki tiga dasar, yaitu: filosofi (sistem nilai), fungsi internal, dan fungsi strategis.

                               BUDAYA KORPORAT
ASUMSI DASAR

PERSEPSI

ADAPTASI

PEMBELAJARAN
                              FILOSOFI (SISTEM NILAI)
                                   FUNGSI INTERNAL
    FUNGSI EKSTERNAL
        (Gambar  Rumah Budaya Korporat)

2.      Peranan Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki peran yang besar di dalam menumbuhkembangkan organisasi. Disamping berfungsi sebagai dasar membangun kebersamaan dan nilai baku organisasi, budaya juga menjadi pembeda, identitas,  dan pemicu bagi organisasi di dalam mengembangkan strateginya. Robbins (1990) mengemukakan bahwa budaya organisasi berperan: pertama, sebagai pembeda antara korporat yang satu dengan lainnya; kedua, sebagai identitas bagi anggota-anggota organisasinya; ketiga, sebagai motivator untuk munculnya komitmen kebersamaan; dan keempat, sebagai perekat sistem sosial organisasi. Pernyataan Robbins ini memang reasonable, karena budaya organisasi sebagai suatu sistem sosial akan menyatukan semua komponen di dalam organisasi untuk membentuk kebersamaan, dan ini merupakan identitas diri dari mereka yang membedakan mereka dengan organisasi lainnya.
Sementara itu, Siagian (1995) berpendapat bahwa budaya organisasi menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi; menentukan batas-batas normatif perilaku anggota organisasi; menentukan sifat, bentuk pengendalian dan pengawasan organisasi; menentukan gaya manajerial yang dapat diterima oleh anggota organisasi; menentukan cara kerja yang tepat; dan sebagainya. Ungkapan Siagian ini lebih bersifat pada bentuk norma-norma yang hidup, mentradisi, dan dianut oleh anggota organisasi. Semua norma dilestarikan, dianut, dan dipergunakan sebagai suatu ketentuan dan mekanisme baku dalam kehidupan organisasi.
Dengan kata lain, budaya organisasi lebih dititikberatkan peranannya pada upaya mempererat sistem sosial untuk membangun identitas diri dan nilai-nilai kebersamaan. Dalam hal seperti ini, budaya organisasi dapat berfungsi pula sebagai alat (tool) kontrol terhadap semua anggota organisasi. Artinya, perilaku dan kinerja anggota organisasi dapat dikendalikan melalui sistem dan norma yang telah mentradisi di organisasi. Dengan demikian, sebutan orang yang berbudaya adalah orang yang mampu secara sadar dan dapat menjalankan tradisi organisasi secara cerdas, yaitu sesuai dengan nilai, norma, dan sistem yang hidup di organisasi tersebut. Inilah yang membedakan dirinya (identitas diri) dengan anggota di korporat yang lain.
Walau demikian, budaya organisasi dapat dirubah, dibentuk dan diciptakan. Namun proses perubahan dan proses penciptaan budaya organisasi yang baru sangat sulit dan kerja keras. Jika perubahan dan penciptaan budaya organisasi sebagai media pengembangan organisasi dan  bertujuan agar budaya organisasi yang baru lebih adaptif, kohesif, efektif, dan dinamis selaras dengan perkembangan lingkungan bisnis, maka proses itu dapat dijalankan. Kata kunci dari proses itu adalah sosialisasi, pembelajaran, dan keteladanan dari berbagai level. Budaya organisasi yang statis dan tidak mau menerima perubahan lingkungan bisnis, adalah budaya yang secara jelas tidak akan mendukung strategi organisasi. Ia jelas tidak akan menerima alih teknologi, perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Pada hal budaya organisasi sebagai suatu sistem harus menjadi pengimbang sistem organisasi (balanced of organizatio  system) dari perbagai perubahan lingkungan bisnis. Untuk itu perlu diciptakan budaya organisasi yang sensitiveness and responsiveness terhadap dinamika bisnis.
Bagaimana cara dan metode untuk menciptakan budaya organisasi yang seperti itu, Anderson dan Kryprianou (1994) memberikan resep, bahwa budaya organisasi yang kohesif dan efektif tercermin pada: bagaimana membangun kepercayaan, menerapkan keterbukaan komunikasi; kepemimpinan yang demokratis dan aspiratif (supportive and considerate leadership) yaitu kepemimpinan yang selalu mendapat dukungan dari bawahan dan mendapat masukan; tradisi pemecahan persoalan oleh kelompok; membangun kemandirian dalam bekerja, dan saling bertukar informasi. Pola budaya organisasi yang demikian ini akan membentuk budaya organisasi lebih bersifat terbuka, adaptif, dan akan mudah menerima perubahan dan dinamika bisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar