Minggu, 29 Mei 2011

MERENCANAKAN PENGEMBANGAN ORGANISASI


BAB 5
ODES PLANNING
(MERENCANAKAN PENGEMBANGAN ORGANISASI BERBASIS SEMANGAT KEWIRAUSAHAN)

Oleh: Wahyu Purhantara, 2011, Organizational Development based Entrepreneurial Spirit, Yogyakarta: MBS Offset

Proses merencanakan ODES dijalankan setelah organisasi melakukan langkah awal sebelumnya, yaitu langkah menganalisa lingkungan organisasi dan langkah mengetahui alasan melakukan pengembangan organisasi. Proses merencanakan ODES dapat dilakukan dengan melalui langkah-langkah: menetapkan tujuan OD, kompetensi organisasi yang diharapkan, dan strategi ODES yang akan diterapkan. Merencanakan ODES perlu dirancang secara terencana, terpadu, dan komprehensif. Ini dimaksudkan agar hasil dari ODES dapat membuahkan hasil yang optimal dan dapat bermanfaat bagi organisasi secara menyeluruh.
Semua organisasi harus berubah kalau organisasi ingin tetap hidup, tumbuh, dan berkembang. Hal ini dilakukan karena adanya tekanan-tekanan baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Oleh karenanya, ODES harus mendasarkan diri pada perubahan lingkungan. Walaupun kebanyakan perubahan lingkungan biasanya meminta lebih banyak perubahan organisasional, akan tetapi organisasi-juga begitu kecil. Organisasi-organisasi dapat merubah tujuan dan strategi, teknologi, desain jabatan, struktur, proses dan orang-orangnya sebagai dasar untuk mengembangan dirinya. Proses pengembangan secara umum mencakup unfreezing sikap dan perilaku saat ini, berkembangnya organisasi, dan refreezing sikap dan perilaku baru yang diminta. Beberapa isu atau masalah-masalah kunci harus dihadapi selama proses perubahan umum. Satu di antaranya adalah diagnosis organisasi secara akurat tentang kondisi saat ini dan penolakan terhadap perubahan yang timbul dari kondisi unfreezing dan kondisi perubahan itu sendiri.
A.    Merencanakan ODES
Sebelum ODES dirancang dan direncanakan, kita perlu mengetahui dan memahami organisasi tentang apa dan bagaimana organisasi ini dapat hidup dan menjaga kelangsungan hidupnya. Ada empat langkah untuk memahami organisasi sebelum merencanakan ODES:
1.      Tujuan: Anggota organisasi memahami secara jelas tentang visi, misi dan tujuan organisasi dan komitmen anggotanya. Apakah anggota-anggota organisasi memberikan dukungan terhadap visi, misi, dan tujuan organisasi. Komitmen anggota organisasi ini merupakan modal dasar bagi organisasi ketika organisasi akan melakukan pengembangan organisasi, lebih-lebih dengan model ODES, karena anggota organisasi adalah sumber inspirasi dan kreativitas dan inovasi organisasi. Apabila anggota organisasi kurang termotivasi,  maka pintu kreativitas dan inovasi organisasi akan macet, dan otomatis ODES tidak akan tercipta.
2.      Struktur: Organisasi memberikan gambaran yang jelas tentang pembagian pekerjaan organisasi. Bagaimana organisasi membagi pekerjaan? Ini adalah pertanyaan mendasar sebelum ODES direncanakan. Apakah pekerjaan terbagi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya? Bagaimana hierarki pekerjaan? Pertanyaannya selanjutnya adalah apakah anggota organisasi merasa setuju dengan tujuan organisasi yang berbanding dengan struktur internal?
3.      Hubungan: Komunikasi adalah salah satu kunci keberhasilan ODES. Artinya, komunikasi yang efektif antar individu, individu dengan kolompok, antar kelompok, antar departemen, antara organisasi dengan pihak eksternal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pola komunikasi bisnis. Apabila pola komunikasi ini belum terjalin dengan baik, maka perlu dicari akar masalahnya. Ini penting bagi organisasi sebelum merencanakan ODES, karena komunikasi akan mengantarkan pola-pola hubungan antar individu, antar kelompok, antara nggota dengan dunia luar. Komunikasi yang lancar akan mempermudah aliran kreativitas dan inovasi organisasi, karena masing-masing anggota saling terbuka.
4.      Kepemimpinan: Gaya kepemimpinan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari style organization. Salah satu sarat yang mendukung keberhasilan ODES adalah gaya kepemimpinan yang berbasis kewirausahaan (entrepreneurial leadership). Bagi pemimpin organisasi yang masih mengedepankan gaya feodalis atau gaya one way trafic system, maka organisasi akan sulit untuk mengembangkan diri. Demikian pula sebaliknya, bagi pimpinan bergaya demokratis, menghargai ide pemikiran dan kreativitas anggota organisasi, maka organisasi akan mudah dan lancar di dalam menjalankan ODES dan merubah diri. Untuk itu pimpinan harus mampu menjaga keseimbangan antara kepentingannya dan kemauan anggota organisasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah muncul pertanyaan serius tentang relevansi ODES untuk mensikapi dan mengelola perubahan dalam organisasi modern. Kebutuhan mendesak untuk "penataan kembali (reinventing)" organisasi dengan mendasarkan tekanan dan perubahan lingkungan telah menjadi topik yang bahkan menjadi pembicaraan serius untuk mengembangkan organisasi. Artinya, desakan ini merupakan panggilan untuk penciptaan kembali dengan pendekatan perubahan lingkungan. Para ahli organisasi telah mulai memeriksa pengembangan organisasi dari sudut pandang entreprenerurial spirit yang berbasis emosi. Misalnya, Declerk, (2007) menulis tentang bagaimana trauma emosional secara negatif dapat mempengaruhi kinerja. Karena perampingan, outsourcing, merger, restrukturisasi, perubahan terus-menerus, inovasi privasi, pelecehan, dan penyalahgunaan kekuasaan, banyak karyawan mengalami serangan emosi, kegelisahan, ketakutan, sinisme, dan ketakutan, yang dapat menyebabkan penurunan kinerja.  Bahkan apabila kondisi yang demikian ini jika dibiarkan oleh manajemen, maka akan kinerja organisasi secara keseluruhan akan berada pada titik nadir. Akibat selanjutnya adalah akan mempercepat usia organisasi (decline) dan keluar dari kurva-S (lihat life cycle of organization).
Pernyataan Declerk (2007) di atas menunjukkan bahwa untuk menyembuhkan trauma dan meningkatkan kinerja, praktisi OD harus mengakui keberadaan trauma psikologis yang akan mengganggu stabilitas kinerja anggota dan kinerja organisasi. Untuk itu Declerk menyarankan agar organisasi atau praktisi OD untuk menyediakan tempat yang aman bagi karyawan. Tempat ini menjadi wadah untuk saling mencurahkan isi hati karyawan, saling melakukan sharing, mendiskusikan perasaan mereka, melambangkan dan menggambarkan trauma psikologis, dan memasukkannya ke dalam perspektif emosi yang berbeda-beda, kemudian memungkinkan yang berurusan dengan tanggapan emosional yang berbeda-beda dari karyawan.
Langkah itu merupakan salah satu metode untuk menjelaskan bagaimana suatu emosi karyawan sangat mempengaruhi motivasi kerja dan kinerjanya. Langkah tersebut lebih dipertajam adengan membuat gambar atau diagram, yaitu suatu diagram yang menggambarkan proses emosi yang mereka rasakan tentang situasi, dan kemudian setelah mereka menjelaskan gambar mereka satu sama lain. Proses menggambar diagram ini menguntungkan bagi karyawan karena memungkinkan setiap karyawan untuk mengekspresikan emosi yang biasanya tidak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Gambar sering meminta partisipasi aktif karyawan dalam kegiatan ini, karena semua orang diwajibkan untuk mengambil gambar dan kemudian mendiskusikan arti dari sebuah atau beberapa diagram/ gambar.
Wendell L Perancis dan Cecil Bell menerangkan bahwa pengembangan organisasi (OD) pada satu titik sebagai "perbaikan organisasi melalui penelitian tindakan". Jika satu ide dapat dikatakan untuk meringkas yang mendasari filsafat OD, itu akan menjadi penelitian tindakan seperti yang dikonsepkan oleh Kurt Lewin dan kemudian diuraikan dan dikembangkan oleh ilmuwan perilaku lainnya. Lewin percaya bahwa motivasi untuk perubahan itu sangat terkait dengan tindakan: Jika orang yang aktif dalam keputusan yang mempengaruhi mereka, mereka lebih cenderung mengadopsi cara-cara baru. "Manajemen sosial rasional", katanya, "hasil dalam spiral langkah, yang masing-masing terdiri dari sebuah lingkaran perencanaan, tindakan, dan pencarian fakta tentang akibat dari tindakan".

Gambar 5.1: Sistem Model Penelitian Proses-Aksi

Lewin menerapkan model pengaruh perubahan sebagai input dari sebuah proses pengembangan organisasi dengan menggunakan pendekatan penelitian aksi. Penelitian aksi yaitu suatu model penelitian guna memecahkan persoalan organisasi yang meliputi aktivitas: identifikasi persoalan, pengumpulan data dan informasi, action, koreksi kegiatan, dan evaluasi intervensi.  Lebih lanjut Lewin mendeskripsikan proses perubahan guna pengembangan organisasi dengan melibatkan tiga langkah, yaitu :
Pertama, "Unfreezing." Dihadapkan dengan dilema atau disconfirmation, individu atau kelompok menjadi sadar akan kebutuhan untuk perubahan.
Kedua, "Changing" untuk ODES. Situasi ini didiagnosis dan model baru perilaku dieksplorasi dan diuji.
Ketiga, "Refreezing." Penerapan perilaku baru dievaluasi, dan jika memperkuat, diadopsi.
Gambar 1 merangkum tangga dan terlibat dalam proses perubahan terencana melalui penelitian tindakan. Tahap Pertama penelitian tindakan digambarkan sebagai proses siklus perubahan. Siklus ini dimulai dengan serangkaian tindakan perencanaan diprakarsai oleh klien dan agen perubahan yang saling bekerja sama. Unsur-unsur utama dari tahap ini meliputi diagnosis awal, pengumpulan data, umpan balik hasil, dan perencanaan tindakan bersama. Dalam bahasa sistem teori, ini adalah tahap masukan, di mana sistem klien menjadi sadar akan masalah yang belum teridentifikasi, menyadari mungkin perlu bantuan luar untuk perubahan efek, dan saham dengan konsultan proses diagnosa masalah.
Tahap kedua penelitian tindakan adalah aksi, atau transformasi, fasa. Tahap ini termasuk tindakan yang berhubungan dengan proses belajar (mungkin dalam bentuk analisis peran) dan untuk perencanaan dan pelaksanaan perubahan perilaku dalam organisasi klien. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, umpan balik pada tahap ini akan bergerak melalui Saran atau masukan Loop A dan akan memiliki efek mengubah perencanaan sebelumnya untuk membawa kegiatan belajar sistem klien menjadi selaras dengan tujuan perubahan yang lebih baik. Termasuk dalam tahap ini adalah tindakan-aktivitas perencanaan dilakukan bersama oleh para konsultan dan anggota dari sistem klien. Mengikuti lokakarya atau sesi pembelajaran, langkah-langkah tindakan yang dilakukan pada pekerjaan sebagai bagian dari tahap transformasi.
Tahap ketiga dari penelitian tindakan adalah output, atau hasil, fase. Tahap ini termasuk juga perubahan nyata dalam perilaku (jika ada) yang dihasilkan dari tindakan korektif diambil langkah-langkah berikut tahap kedua. Data dikumpulkan dari sistem klien sehingga kemajuan dapat ditentukan dan penyesuaian yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran dapat dibuat (http://managementhelp.org/org_chng/od-field/OD_defn.htm). Penyesuaian Minor dalam perubahan ini dapat dibuat dalam kegiatan belajar melalui Saran atau masukan Loop B (lihat Gambar 1). Penyesuaian Mayor dan reevaluations akan kembali proyek OD yang pertama, atau perencanaan, tahap untuk perubahan mendasar dalam program ini. Model penelitian tindakan yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut berulang erat siklus's Lewin perencanaan, tindakan, dan hasil pengukuran. Ini juga menggambarkan aspek-aspek lain dari model umum Lewin tentang perubahan. Sebagaimana ditunjukkan di diagram, tahap perencanaan adalah periode unfreezing, atau kesadaran masalah. Tahap aksi merupakan periode perubahan, yaitu, mencoba bentuk-bentuk baru perilaku dalam upaya untuk memahami dan mengatasi sistem masalah. Hasil tahap ini adalah periode refreezing, di mana perilaku baru mencoba pada pekerjaan dan, jika berhasil dan memperkuat, menjadi bagian dari sistem perbendaharaan tentang perilaku pemecahan masalah.
Penelitian Tindakan adalah masalah terpusat, klien terpusat, dan berorientasi tindakan. Ini melibatkan sistem klien dalam belajar, diagnostik aktif, masalah-menemukan, dan proses pemecahan masalah. Data tidak hanya dikembalikan dalam bentuk laporan tertulis tetapi diberi makan kembali dalam sesi bersama terbuka, dan klien dan agen perubahan bekerja sama dalam mengidentifikasi masalah dan peringkat tertentu, dalam merumuskan metode untuk menemukan penyebab sesungguhnya mereka, dan dalam mengembangkan rencana untuk menghadapi mereka secara realistis dan praktis. Metode ilmiah dalam bentuk pengumpulan data, membentuk hipotesis, pengujian hipotesis, dan hasil pengukuran, meskipun tidak mengejar dengan seksama seperti di laboratorium, adalah tetap merupakan bagian integral dari proses. Penelitian Aksi juga menggerakkan jangka panjang, siklus, mekanisme mengoreksi diri untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas sistem klien dengan meninggalkan sistem dengan dan bermanfaat alat praktis untuk analisis diri dan self-pembaharuan (http://managementhelp.org/org_chng/od-field/OD_defn.htm).
B.     Meng-up date  Kompetensi Organisasi
Kompetensi organisasi senantiasa di-up date dengan mempergunakan berbagai macam pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sebagai sarana learn business skills. Pembelajaran ini merupakan upaya organisasi untuk merubah diri dengan menyesuaikan proses perubahan lingkungan bisnis. Upaya mengembangkan organisasi dapat menemui kegagalan yang bukan dikarenakan oleh kepercayaan, perasaan dan persepsi orang, tetapi dapat disebabkan oleh tujuan bisnis, struktur organisasi dan sistem operasi organisasi yang tidak peka terhadap perubahan lingkungan. Untuk itu, fokus ODES adalah bagaimana kompetensi organisasi dapat selalu ditingkatkan (improvement continuosly) untuk mengubah, membantu anggota organisasi mengatasi resistensi terhadap perubahan, dengan mempertimbangkan masa depan bisnis.
Kompetensi inti organisasi adalah sumber daya dan kapabilitas yang menjadi sumber daya keunggulan kompetitif bagi perusahaan, dan melebihi para pesaingnya. Kompetensi inti muncul setiap waktu melalui proses organisasi, yaitu dengan mengakumulasi dan mempelajari: bagaimana menggunakan sumber daya dan kapabilitas organisasi. Tidak semua sumber daya dan kapabilitas perusahaan menjadi sumber keunggulan kompetitif perusahaan. Hanya beberapa sumber daya dan kapabilitas yang tidak kompeten, karena hal itu tidak memiliki nilai keunggulan disbanding pesaingnya.
Kompetensi inti organisasi selalu di-up date bertujuan: pertama, untuk menetapkan core business organisasi dan tetap eksis di core business-nya. Kedua, untuk membangun keunggulan kompetitif organisasi. Keunggulan kompetitif yang memiliki daya tahan terhadap terpaan persaingan ketika para pesaing telah berusaha dan tidak berhasil menduplikasi manfaat-manfaat dari strategi organisasi/ perusahaan.  Atau ketika para pesaing kurang yakin dalam melakukan duplikasi tersebut, sehingga terjadi kesalahan di dalam buy-in process in duplication of strategy. Untuk membangun kompetensi inti organisasi menggunakan dua alat, yaitu: Pertama, empat kriteria spesifik untuk menentukan sumber daya dan kapabilitas yang kompeten. Kedua, menggunakan analisis rantai nilai.
Kapabilitas strategis organisasi dapat dibangun dengan melalui empat kriteria, seperti yang tercantum pada tabel berikut.




Tabel 5.1
Penentu Kapabilitas Organisasi

1.      Kapabilitas bernilai


2.      Kapabilitas langka

3.      Kapabilitas terlalu mahal untuk ditiru


4.      Kapabilitas tidak ada produk pengganti
·         Membantu perusahaan untuk menetralisir ancaman atau mengekspoitasi peluang

·         Tidak dimiliki oleh pihak lain

·         Kondisi histories yg unik
·         Bersifat ambigu
·         Kompleksitas social

·         Tidak ada ekuivalen strategis
Sumber:

·      Kapabilitas bernilai adalah kapabilitas yang menciptakan nilai bagi suatu organisasi atau perusahaan dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman-ancaman dalam lingkungan eksternal organisasi atau perusahaan. Kapabilitas bernilai telah membuktikan akan mampu memberdayakan organisasi atau perusahaan untuk memformulasi dan mengimplementasikan strategi-strategi yang menciptakan nilai bagi pelanggan.
·      Kapabilitas langka adalah kapabilitas yang dimiliki oleh sedikit organisasi atau perusahaan, jika ada organisasi, maka pesaingnya tidak potensial. Perusahaan kompoter Dell telah membuktikan dengan sistem penjualan yang langsung kepada pelanggan.  Kapabilitas ini telah diakui merupakan hal yang langka, sehingga modal ini mampu mendongkrak penjualan produk komputernya. Keunggulan kompetitif dapat dihasilkan ketika organisasi atau perusahaan mampu mengembangkan dan mengeksploitasi kapabilitasnya yang berbeda dengan pesaingnya.
·      Kapabilitas terlalu mahal untuk ditiru adalah kapabilitas yang tidak mudah untuk dikembangkan oleh organisasi atau perusahaan lain. Ini dikarenakan: pertama, kondisi histories yang unik. Suatu perusahaan dengan budaya organisasi yang unik dan bernilai akan mendorong munculnya kondisi keunggulan yang unik dan susah untuk ditiru oleh perusahaan lain. Apa yang dilakukan oleh perusahaan jamu Sido Muncul adalah sebuah bukti upaya membangun budaya organisasi yang berorientasi pada strategi bisnis. Irwan Hidaya si pemilik Sido Muncul melakukan terobosan dengan membangun laboratorium jamu yang modern. Ia berusaha untuk membuat kesan kepada pelanggan bahwa produk Jamu Sido Muncul diolah secara modern dan higienis. Kedua, bersifat ambigu, yaitu suatu kondisi dimana pesaing tidak mampu memahami dengan jelas bagaimana suatu perusahaan menggunakan kompetensi intinya sebagai dasar kompetensi organisasinya. PT. Galatama, sebuah perusahaan kontruksi di Semarang mampu mengembangkan bisnisnya bertolak dari pengalaman demi pengalaman. Di dalam rekruitmen SDM, organisasi ini lebih mengutamakan orang-orang yang memiliki ketrampilan dan pengalaman di bidang tehnik bangunan daripada calon-calon karyawan yang berlatar pendidikan tinggi. Contoh kongkret, ketika akan mencari seorang manajer atau supervisor, organisasi ini lebih mengutamakan lulusan SMTA dengan pengalaman 10 tahun daripada lulusan sarjana atau diploma yang belum memiliki pengalaman. Dan pengalaman ini pun masih akan diuji lagi bagaimana dia melakukan pekerjaan lapangan dan manajerial. Ketiga, kompleksitas sosial, yaitu hubungan dan relasi antar pribadi, kepercayaan yang dibangun, dan persahabatan di antara manajer, supplier, dan pelanggan. Langkah-langkah Sido Muncul yang berupaya mendekatkan diri dengan masyarakat ditempuh dengan berbagai jalur, misalnya: bidang promosi yang menggunakan tokoh Chris John, Ade Rai, Oneng, (alm) mbah Marijan, bahkan orang-orang yang mampu bertahan hidup dengan kondisi fisik yang cacat. Bidang CSR, Sido Muncul senantiasa hadir dengan memberi bantuan kepada korban banjir Situ Gintung, gempa Padang, gempa Yogya, Bencana Merapi, dll, secara cepat di saat para pengungsi membutuhkan bantuan tanggap darurat. Bidang pengadaan bahan baku, organisasi ini menjalin dan bermitra dengan para petani jamu. Mereka diangkat sebagai subjek perusahaan yang tidak terpisahkan keberadaannya, sehingga kebutuhan pertanian mereka dibantu oleh perusahaan. Bidang dampak lingkungan, sebagai perusahaan jamu herbal, Sido Muncul berkehendak untuk tidak memiliki limbah pabrik yang mencemari lingkungan. Untuk itu, perusahaan ini berupaya untuk menetralisir lembah jamu menjadi pupuk organik, dan pupuk ini kemudian disalurkan kepada petani jamu dibawah binaannya.
·      Tidak ada produk pengganti adalah suatu kapabilitas kompetitif yang dikarenakan tidak memiliki produk pengganti, atau jika ada, maka produk itu tidak sebaik produk yang ada. Pemilihan produk yang dihasilkan organisasi adalah sebuah strategi, sehingga langkah strategis untuk pemilihan produk yang diikuti oleh ketiadaan produk pengganti adalah suatu langkah yang benar-benar brilian. Keberadaan produk/ jasa ini akan bersifat monopolis, sehingga sangat memungkinkan ketidakadanya pesaing potensial. Contoh: jasa penyediaan darah untuk transfusi yang hanya dilayani oleh Palang Merah Indonesia adalah sebuah layanan monopolis, karena tidak ada organisasi manapun yang memiliki kapabilitas dan kewenangan untuk melakukan penyediaan darah. Contoh lain adalah sistem layanan apotek yang dilayani selama 24 jam oleh Circle K. Ini adalah layanan farmasi yang monopolis dalam layanan sehari semalam, karena sampai sekarang belum ada layanan farmasi yang seperti itu. Produk “malam” adalah salah satu bahan baku untuk membuat kerajinan batik. Produk ini sampai sekarang belum memiliki produk pengganti.
Tabel 5.2
Contoh Kriteria pengukuran keunggulan kompetitif

Produk
Sumber daya dan/ atau kapabilitas
Konsekuensi kompetitif
Implikasi kinerja
Bernilai
langka
Tdk mdh ditiru
Tdk ada prod. pgt

A

Tidak
Ya
Ya
Tidak
Unggul sementara
Laba di bawah rata-rata
B
Tidak
Ya
Ya
ya
Unggul berdaya thn
Laba di atas rata-rata

Analisis rantai nilai  adalah suatu pola yang dipergunakan organisasi/ perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dan strategi tingkat bisnisnya. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku sampai ke pelanggan. Aktivitas primer berkaitan dengan penciptaan fisik produk, distribusi, penjualan, dan servis purna jual. Aktivitas pendukung yaitu aktivitas penyediaan dukungan yang diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas primer.


Text Box: Logistik ke dalamText Box: Kegiatan operasi perusahaanText Box: Logistik keluarText Box: Pemasaran dan penjualanText Box: ServicesText Box: Margin
 















Gambar 5.2 Analisis Rantai Nilai

Untuk menjadi sumber keunggulan kompetitif, sebuah sumber daya atau kapabilitas harus memungkinkan perusahaan: (1) melakukan aktivitas dengan cara yang superior dari yang dilakukan oleh pesaing; (2) melakukan aktivtas penciptaan nilai yang tidak dapat diselesaikan oleh para pesaingnya.
C.     Tehnik yang Dipergunakan untuk ODES
Pola dan tehnik yang dikembangkan oleh beberapa organisasi atau perusahaan besar untuk melakukan lompatan strategis (jumping strategic) di dalam pengembangan organisasi dapat dilakukan beberapa langkah. Lompatan strategis ini dimaksudkan agar pola pertumbuhan organisasi dapat dilakukan secara cepat, tanpa melalui kurva S (atau life cycle organization) yang begitu melelahkan. Secara teoritis pola pengembangan seperti ini diperbolehkan guna mengejar ketertinggalan kompetisi. Ada empat pola jumping strategic pertumbuhan organisasi, yaitu melalui kegiatan :
1.      Ekspansi. Pola ini merupakan suatu tehnik pengembangan organisasi dengan cara mengembangkan sayap bisnisnya dan tetap core business yang sama. Tehnik ini diimplementasikan dengan cara mengakuisisi organisasi atau perusahaan lain yang memiliki core business yang sama. Sebagai contoh strategi ekspansi dipakai oleh Philip Morris pada saat membeli Kraft, sehingga membuat Philip Morris menjadi lebih besar dalam industri makanan.
2.      Diversifikasi. Pertumbuhan ini muncul dari berbagai macam bentuk usaha, seperti pengembangan produk dan jasa yang baru, integrasi vertical dan diversifikasi konglomerasi.  Contohnya adalah Paramount Communications yang memiliki berbagai bidang usaha, seperti Paramount Pictures, tim bola basket New York Knicks dan penerbit Simon and Schuster.
3.      Pengembangan Teknologi. Pertumbuhan ini muncul dari dampak aplikasi pengembangan teknologi sebuah organisasi, seperti Federal Express (FedEx) yang tumbuh dengan cepat sebagai akibat penggunaan teknologi komputer dari mulai penerimaan paket sampai penyampaian paket ke konsumen.
4.      Perbaikan Teknik Manajerial. Pertumbuhan ini muncul sebagai dampak dari proses manajemen yang dimodifikasi dan diperbaiki sehingga menimbulkan efisiensi.  Contohnya adalah IBM yang mempunyai kader manajer yang handal dan memberikan kontribusi terhadap proses manajemen, sehingga memberikan daya dorong yang luar biasa bagi pertumbuhan organisasi.
Teknik yang dipergunakan untuk ODES dapat dimulai dari tingkatan individual, tingkatan kelompok, dan tingkatan organisasi. Adapun pilihan teknik yang tersedia, tergantung pada perubahan yang diinginkan. Menurut Winardi, sejumlah teknik yang biasanya dikembangkan dalam bidang pengembangan organisasi adalah konseling, pelatihan kepekaan, dan konsultasi proses. Greenberg dan Baron mengembangkan tehnik OD menjadi lima model (survey feedback, sensitivity training, team building, quality of work life programs, management by objectives). Sedangkan Tyagi membagi teknik OD menjadi 10 model (action research, sensitivity training, transactional analysis, process consultation, Intergroup Activities; Third-party Peacemaking, grid organization development open system planning, alternative work pattern).
Berikut akan disajikan berbagai model atau tehnik pengembangan organisasi yang berbasis semangat kewirausahaan yang sering dipakai oleh berbagai organisasi.
1.      Konseling
            Sekalipun kepribadian tidak dapat diubah dengan jangka waktu pendek secara signifikan, orang-orang dapat dibantu memahami bahwa mereka harus mentolerir perbedaan-perbedaan dalam persepsi-persepsi dan untuk menerima diversitas manusia. Kegiatan konseling merupakan teknik yang bermanfaat untuk membantu para individu memahami sifat kepribadian mereka sendiri dan kepribadian orang lain, dan memamfaatkan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki interaksi mereka dengan orang lain. Dalam hal ini, organisasi dapat menunjuka konsultas ODES untuk menerima keluhan dan permasalahan dari karyawan dan organisasi. Bagi konsultan ODES, ia dapat memberikan masukan guna memecahkan permasalahan, perbaikan kinerja, atau untuk pengembangan organisasi.
2.      Pelatihan Kepekaan (sensitivity training)
Pelatihan kepekaan merupakan suatu teknik pengembangan organisasi dengan cara memberikan pelatihan kepada para pekerja Pelatihan kepekaan ini lebih mengedepankan unsur konseling. Pelatihan ini terdiri dari serangkaiaan tindakan konseling, dimana para anggota dibantu oleh seorang fasilitator, belajar bagaimana pihak lain mempersepsi mereka dan mereka diajarkan cara-cara dengan apa mereka dapat berhubungan secara lebih sensitive  dengan pihak lain.
Pelatihan kepekaan merupakan interaksi kelompok kecil yang tidak terstruktur untuk belajar tentang: gaya individu, berkomunikasi, mendudukkan orang lain dalam organisasi tertentu. Pelatihan kepekaan (sensitivity training) merupakan teknik pengembangan yang pertama diperkenalkan dan yang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelompok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubungan antar-pribadi.
3.      Konsultasi Proses
Konsultasi proses, dapat menyajikan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan demikian. Konsultasi proses, memiliki kesamaan dengan konseling dan pelatihan kepekaan. Seorang konsultan proses yang terlatih atau seorang fasilitator bekerja erat dengan para manajer yang bertugas, guna membantu sang manajer mempperbaiki interaksinya dengan anggota kelompok lainnya. Sang konsultan “luar” bertindak sebagai “telinga” yang  menyerap pelbagai keluhan dari para karyawan, sehingga dengan demikian sang manajer memperoleh gambaran lebih jelas tentang apa yang sedang terjadi dalam seting kelompok tersebut. Di dalam konsultasi proses, konsultan pengembangan organisasi mengamati komunikasi, pola pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya, serta menganjurkan tindakan koreksi. Dengan demikian dapat diungkapkan dinamika terhadap perorangan, yang mendeterminasi kualitas hubungan kerja dalam kelompok tersebut.
Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam konsultasi proses, menurut Schein dalam Moekijat (2005), adalah:
a.       Prakarsai hubungan
b.      Tentukan hubungan
c.       Pilih tata cara dan metode
d.      Kumpulkan data dan buat suatu diagnosa
e.       Adakan campur tangan
f.       Kurangi keterlibatan dan akhiri.
4.      Survai Umpan Balik (survey feedback),
Teknik pengembangan organisasi yang mempergunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara. Penggunaan alat pengumpul data bertujuan untuk mendapatkan informasi dan keinginan dari para pekerja,  yaitu guna mengetahui tentang adanya pengembangan organisasi. Di dalam survai umpan balik, tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil survei ini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan workshop atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
5.      Pembentukan Tim (team building)
Pembentukan tim adalah suatu cara pengembangan organisasi dengan cara membentuk kelompok untuk mendiskusikan masalah kinerja organisasi dengan cara: mengidentifikasi, proses menemukan masalah, memecahkan persoalan, dan mengimplementasikan hasil pemecahan persoalan. Tehnik ini lebih mempergunakan cara pendekatan personal dan psichological approach yang bertujuan memperdalam efektivitas dan menggali kepuasaan kerja pada setiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
6.      Quality of work life programs,
Program ini bertujuan untuk memperbaiki kehidupan kerja organisasi agar menghasilkan kinerja yang lebih baik. Quality of work life programs adalah suatu cara untuk memperbaiki kinerja organisasi dengan cara menempatkan pekerja sebagai subjek organisasi yang memiliki potensi dan kompetensi untuk bekerja pada suatu kelompok atau departemen yang memiliki permasalahan. Artinya, beberapa karyawan yang memiliki potensi, kompetensi dan kapabilitas sehingga memiliki kinerja individu di atas rata-rata yang lain sengaja ditempatkan (dimutasi) di departemen tertentu yang mengalami permasalahan kinerja organisasi. Ia ditugaskan untuk memperbaiki kinerja individu dan kinerja organisasi di departemen yang baru ini. Model seperti ini biasanya menjadi sarana promosi jabatan bagi karyawan yang berpotensi.
7.      Management by objectives (MBO),
MBO merupakan upaya strategis organisasi di dalam mengeksplorasi potensinya  guna mencapai tujuan strategisnya. Menurut Greenberg dan Baron, mengartikan MBO sebagai suatu tehnik kerjasama antara manajer dan karyawan di dalam menentukan sasaran dan tujuan organisasi dengan lebih mengedepakan aspek perencanaan, pengendalian, dan monitoring program (1995). Sementara itu, menurut Frinces, MBO memfokuskan pada interaksi internal antara pimpinan organisasi, manajer unit, dan staf (2008), dalam dalam rangka membuat ancangan ODES. Ancangan pengembangan organisasi ini, menurut Wexley dan Yukl, didasarkan pada:
a.    Penentuan tujuan pelaksanaan pekerjaan yang nyata dan dapat diukur.
b.    Peran serta orang bawahan dalam menentukan tujuan.
c.    Sidang-sidang peninjauan kembali pelaksanaan pekerjaan secara berkala untuk membicarakan pencapaian tujuan.
d.   Tanggung jawab organisasi atas program (Moekijat, 2005).
Oleh karenanya, MBO lebih menekanan pada tiga (3) sasaran pokoknya, yaitu:
a.       Menata dan menetapkan tujuan secara individual (spesifik).
b.      Mengembangkan berbagai rencana aksi.
c.       Me-review atau meninau kembali terhadap tim yang bekerja untuk implementasi rencana (ancangan) pengembangan organisasi tersebut (Frinces, 2008).
8.      Transactional analysis,
Komunikasi antar individu maupun antar kelompok merupakan kunci dari analisa transaksional organisasi. Transaksi analisis adalah model analisis yang memfokuskan pada analisis sifat dasar manusia dalam melakukan interaksi verbal satu sama lain atau sering disebut Transcational Analysis (TA); TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.

9.    Intergroup Activities
Manusia adalah mahluk sosial, dimana setiap manusia tidak dapat hidup dalam kesendirian. Adanya saling ketergantungan (interdependensi) manjadikan setiap individu atau setiap kelompok harus dapat menjalin komunikasi yang harmonis. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok. Ketergantungan antar kelompok, yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut. Langkah taktis yang ditempuh adalah masing-masing kelompok menunjuk wakil-wakilnya untuk duduk dan berdiskusi secara cerdas untuk membicarakan: pertama, langkah-langkah strategis untuk peningkatan kerjasama antar kelompok; kedua, melakukan sharing pendapat dan mencari jalan efektif guna pemecahan persoalan yang mungkin ditimbulkan oleh interaksi dari antar kelompok. Apapun bentuk dari hasil keputusan intergoup acativities harus dihormati dan dijalankan oleh masing-masing kelompok.
10. Third-party Peacemaking
Dalam menerapkan teknik ini, konsultan ODES berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok. Dalam hal ini, pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui hasil solusi penengahan sengketa atau konflik. Artinya, pengembangan organisasi ditempuh sebagai langkah akomodatif organisasi dalam mengemban kepentingan berbagai kepentingan. Tujuannya adalah, semua kepentingan dapat diakomodasikan setelah dikonfrantasikan dengan kepentingan yang lain. Jalan tengah (win-win solution) yang saling menghormati kepentingan inilah sebagai langkah peningkatan kinerja organisasi.
11.  Grid organization development open system planning,
Kisi Pengembangan Organisasi dengan Pendekatan grid pada pengembangan organisasi didasarkan pada konsep managerial grid yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi. Di dalam gambar grid manajerial, terdapat 81 posisi yang memungkinkan seorang manajer memiliki gaya kepemimpinan, namun yang lazim dibicarakan dalam kajian dan diskusi pengembangan organisasi hanya ada lima(lima) posisi. Titik 1,1 disebut sebagai posisi dropout (gugur) dan sebaliknya titik 9,9 merupakan posisi kepemimpinan yang akomodatif atau entrepreneurial leadership.


Perhatian terhadap orang-orang
1,9





9,9































5,5






























1,1





9,1
Perhatian terhadap produksi
Sumber: Robert Blake dan Jane Mouton yang dikutip oleh Moekijat, 2005

Gambar 5.3 Grid Manajerial

·         Posisi (1,1) Manajemen yang tidak memiliki kecakapan. Pada posisi ini, manajemen tidak memiliki kemampuan untuk menghasilakn produksi oranisasi yang efektif, dan dia acuh tak acuh. Manajer sulit melakukan komunikasi yang baik dengan karyawan. Ini berakibat pada adanya pertentaangan yang tidak dapat dielakkan.
·         Posisi (9,1) Manajemen tugas. Orang-rang atau karyawan dipandang sebagai barang dagangan, sebagai mesin. Tanggung jawab manajer adalah merencanakan, mengarahkan, dan mengendalikan pekerjaan orang-orang bawahan.
·         Posisi (1,9) Manajemen “country club.” Produksi kurang diperhatikan dibandingkan dengan tidak adanya pertentangan dan “persahabatan yang baik.”
·         Posisi (5,5) Bualan kurang (dampened pendulum). Organisasi memiliki dorongan untuk berproduksi, namun masih terbatas. Demikian pula perhatian kepada karyawan juga memiliki kemampuan, namun masih terbatas. Ini menunjukkan bahwa manajer organisasi masih setengah-setengah dalam bertindak terhadap karyawan dan peningkatan produksi organisasi.
Posisi (9,9) Manajemen tim. Organisasi dapat memberikan perhatian kepada karyawan secara total, sehingga karyawan termotivasi yang berkinerja tinggi, dan organisasi memiliki kemampuan untuk berproduksi secara optimal. Produksi berasal dari penyatuan tugas dan kebutuhan manusia (Moekijat, 2005).
12.  Alternative work pattern.
Setiap organisasi akan berupaya untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dari program kerjanya. Untuk keperluan ini organisasi perlu memastikan dahulu sasaran program (tujuan strategis organisasi) yang hendak dicapai. Meski demikian, ketika terjadi penurunan kinerja organisasi, maka organisasi perlu menyiapkan pola kerja alternatif guna menjembatani pekerjaan yang harus dilakukan. Alternatif pengaturan dalam bekerja merupakan elemen kunci dalam menilai kontribusi staf, maximising recruitment and retention opportunities and thereby meeting patient needs. memaksimalkan proses perekrutan, menganalisa retensi karyawan. Pola Flexible working covers a wide range of alternative working arrangements.kerja alternatif mencakup berbagai pengaturan kerja alternatif. For example, some staff may wish to work set hours which fit with their personal commitments while others may require hours or patterns that may vary each week. Sebagai contoh, beberapa staf mungkin ingin mengatur jam kerja yang sesuai dengan komitmen pribadi mereka sementara yang lain mungkin memerlukan jam atau pola-pola yang mungkin berbeda-beda setiap minggunya. Kasus Salisbury NHS Foundation Trust yang mengakui bahwa seluruh staf organisasi harus mampu menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan mereka dengan aspek-aspek lain dari kehidupan mereka. Similarly, the Trust needs to be able to balance the needs of its staff with running a high quality service for patients. Oleh karenanya, organisasi ini harus dapat menyeimbangkan kebutuhan staf dengan menjalankan layanan berkualitas tinggi bagi pasien. The Trust aims to take a positive approach to requests for flexible working, and this guidance outlines the factors to be considered in any request to achieve a workable balance between personal and service needs. Trust bertujuan untuk mengambil pendekatan positif terhadap permintaan untuk kerja yang bersifat alternatif, dan pedoman ini menguraikan faktor yang harus dipertimbangkan dalam setiap permintaan untuk mencapai keseimbangan yang bisa diterapkan antara pelayanan dengan kebutuhan pribadi (//www.salisbury.nhs.uk/AboutUs/OurPoliciesAnd Procedures/HumanResources/ManagementGuidance).
Tehnik ODES dikembangkan diatas dapat dibuat sesuai dengan peringkatan permasalahan organisasi. Artinya, tehnik ODES dapat dipakai selaras dengan permasalahan organisasi yang dihadapinya. Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1997),  membagi tingkatan permasalahan perilaku dengan kedalaman perubahan berdasar pada tehnik ODES.

TARGET STRUKTURAL                                                                                    TARGET PERILAKU


 










RENDAH                                                                                                                TINGGI
(Sumber: Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 1997)

Gambar 5.4 Tehnik ODES berdasar Target Perilaku




Tidak ada komentar:

Posting Komentar