Rabu, 25 Mei 2011

LIFE CYCLE ORGANIZATION


LIFE CYCLE OF ORGANIZATION
Oleh: Wahyu Purhantara
STIE Mitra Indonesia Yogyakarta
Posting: 25 Mei 2011


Lingkungan persaingan saat sekarang ini sangatlah dinamis dan bergejolak. Dinamis, kondisi persaingan dipengaruhi oleh banyak sisi (pendatang baru, subtitusi, konsumen, pemasuk, pesaing industri) dan berjalan sangat cepat (tidak mengenal waktu). Bergejolak, kondisi persaingan tidak dapat diikuti iramanya, karena kondisinya tidak menentu yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro dan mikro. Ini dapat kita lihat adanya perubahan-perubahan mendasar organisasi pada sisi kontruksi, ide, struktur, dan pola-pola hubungan dalam tubuh organisasi. Untuk mempercepat proses percepatan perubahan, organisasi melakukan identifikasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan organisasi. Tentu saja upaya ini akan menimbulkan pertanyaan banyak pihak, ketika organisasi melakukan reidentifikasi untuk melakukan penataan ulang sebagai upaya percepatan perubahan organisasi.  
Bagi organisasi yang tidak memiliki sifat responsivitas yang tinggi otomatis akan digilas oleh perubahan, dan otomatis hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Jika dikaitkan dengan life cycle of organization, maka usia organisasi akan mengalami decline pada usia yang belum tua. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi seluruh stakeholders organisasi. Dengan kepekaan tersebut, organisasi tidak hanya akan lebih cepat mengadakan reaksi, akan tetapi melakukan antisipasi untuk menyesuaikan tujuan, strategi, kebijaksanaan, taktik serta desain dan struktur organisasi pada situasi yang berubah. Organisasi yang baik adalah organisasi yang dapat melihat ke depan  (outward looking) dan dapat mempersiapkan diri untuk itu. Organisasi harus mempersiapkan forecast dan estimasi situasi lingkungan, agar lebih cepat tanggap dan dapat bersiap-siap sebelumnya terhadap perubahan lingkungan.
            Organisasi sangat tergantung pada lingkungan, dengan demikian organisasi harus mampu menyesuaikan  diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan, apabila ingin tetap bertahan  (survival) dan berumur panjang. Untuk itu diperlukan pengawasan atau monitoring terhadap perubahan lingkungan dan pengembangan rencana-rencana untuk bertahan dengan perubahan-perubahan yang sesuai dengan perubahan lingkungan. Pada bagian ini akan dikutip beberapa pendapat para ahli teori organisasi yang menjelaskan mengenai pertumbuhan organisasi, teori tentang kelembagaan dan daur hidup organisasi serta kemunduran organisasi sebagai berikut :
Model Pertumbuhan Organisasi menurut Larry Greiner (dalam Robbins, 1990) ada 5 tahap, yaitu :
1.     Tahap kreatifitas
2.     Tahap pengarahan
3.     Tahap pendelegasian
4.     Tahap koordinasi
5.    Tahap kerjasama
Quinn dan Cameron (dalam Daft, 1998) merumuskan model perkembangan organisasi menurut ada 4 tahap, yaitu :
1.      Tahap entrepreneurial
2.      Tahap bersama
3.      Tahap formalisasi
4.      Tahap kerjasama
Sementara itu Jones (1998) mendefinisikan siklus hidup organisasi sebagai suatu: “tahap siklus hidup organisasi, dimana organisasi mampu mengembangkan nilai kreasi dan kompetensi sehingga  mendapatkan sumberdaya  tambahan.  Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi meningkatkan pembagian kerja dan spesialisasi serta sekaligus mengembangkan keunggulan kompetitif”.
 Menurut  Stephen P .Robbins (1990) bahwa daur hidup (life cycle) : ”Digunakan untuk memperlihatkan bagaimana organisasi itu bergerak melalui empat tahap: kelahiran atau pembentukan, pertumbuhan, kedewasaan, dan kemunduran.”

A. Life Cycle of Organization
Penataan ulang organisasi sebagai langkah dari percepatan pengembangan dan/ atau perubahan organisasi dengan menggunakan treatment yang dilakukan dengan memanfaatkan ciri-ciri pertumbuhan organisasi. Perlu diingat bahwa organisasi sering terjebak untuk melakukan desain dengan hanya mengulangi atau menjiplak gagasan, struktur, dan operasi yang pernah dikembangkan pada waktu yang lalu. Pada hal tantangan dan konteks persaingan yang dihadapi jelas telah berubah. Seharusnya, jikalau organisasi akan memenuhi tantangan dan dalam konteks menuju organisasi yang siap berubah, maka gagasan, ide, dan desain perubahan tidak sekedar alat untuk mencapai tujuan. Semua perangkat lunak ini harus didesain sesuai dengan konteks kekinian, selaras dengan dinamika persaingan organisasi, dan disesuaikan dengan tingkat daur hidup organisasi (yang sesuai dengan visi dan misi organisasi).
Sejumlah pakar manajemen dan organisasi telah memperingatkan dan memberikan tanda awas untuk segera membuat langkah penataan ulang organisasi. Suatu organisasi yang unggul ditandai oleh orang-orang yang mempunyai komitmen yang tinggi, dan mengerti untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan (Kotler, 1994). Pendapat ini memperkuat hasil penelitian Kotler dan Hesket, bahwa organisasi yang unggul adalah organisasi yang mampu menciptakan dan menjaga situasi dari setiap komponen organisasi dengan lingkungan bersaingnya (Kotler dan Hesket, 1992).
Dalam telaah-telaah  organisasi berdasarkan perbandingan antara usia organisasi dengan ukuran dan kompleksitasnya, sejumlah pakar organisasi mencatat adanya kesamaan pola-pola tertentu dalam organisasi. Melalui kajian tersebut dirumuskanlah teori fase atau tahapan pertumbuhan organisasi, yaitu: pertama, setiap organisasi bertumbuh melalui satu tahapan (fase pertumbuhan); kedua, setiap fase pertumbuhan akan menciptakan krisis tersendiri, karena setiap fase akan diakhiri oleh suatu krisis; ketiga, jika krisis dapat diatasi dengan tepat, maka berakhirnya krisis merupakan awal dimulainya suatu fase atau tahapan baru dalam organisasi. Itulah suatu model pentahapan daur hidup organisasi, dimana organisasi akan dihadapkan oleh berbagai tantangan, dan apabila tantangan ini mampu direspon oleh organisasi, maka organisasi ini akan memasuki tahapan hidup baru. Model seperti ini, meminjam istilahnya Toynbee, disebut dengan “challange and respon” (Perry, 1982), yaitu sebuah filosofi perjalanan hidup yang dipenuhi dengan tantangan dan jawaban. Dinamika kehidupan organisasi akan selalu hidup, bermakna, dan memiliki nilai jikalau organisasi mampu menjawab tantangan. Organisasi akan memasuki tahapan hidup ke tingkat yang lebih baik jika dia mampu menjawab tantangan yang diberikan oleh lingkungannya. Dan sebaliknya, jika dia tidak mampu menjawab tantangan, maka ia akan memasukinya ke tahapan kemunduran (decline) organisasi, dan jika dibiarkan akan menuju ke sakarotul maut.
Meski demikian, tidak semua organisasi tumbuh dan berkembang melalui track atau tahapan dan krisis-krisis tersebut secara berurutan, karena bisa saja fase dilompati atau tidak diakhiri dengan krisis. Pada akhir tahapan dari teori Greiner, tidak ada penjelasan tentang kelanjutan dari teorinya tentang krisis ini. Apa yang bakal terjadi sesudah tahapan kolaborasi. Sejumlah ahli manajemen sependapat bahwa pasca sesudah fase kolaborasi, organisasi akan tumbuh dari awal kembali secara organistik, bukan secara mekanistik.
Model pertumbuhan organisasi sebagaimana gambar 1,  menunjukkan paradoks bahwa tahapan pertumbuhan organisasi menimbulkan masalah tersendiri.  Setiap tahap pertumbuhan memunculkan krisis yang baru dan setiap krisis mengharuskan manajemen melakukan penyesuaian alat koordinasi, sistem kontrol dan desain organisasi.

 






















Gambar 1 Daur Hidup Organisasi

Selain teori pertumbuhan organisasi, teori tentang daur hidup organisasi, juga dapat memberikan gambaran tentang pertumbuhan organisasi, yang sebenarnya merupakan hasil adaptasi dari teori daur hidup poduk. Melalui fase-fase di atas, organisasi dalam jenis apapun bertumbuh pada setiap fase dikembangkan strategi, struktur, sistem, proses, dan perilaku (kultur) yang berbeda sebagai respon terhadap ukuran (size) dan kompleksitas organisasi serta tantangan lingkungannya. Namun perlu dicatat bahwa struktur, sistem, proses, dan perilaku (kultur) yang berhasil pada suatu fase, belum tentu akan berhasil pada suatu fase yang lainnya.
            Setiap organisasi akan mengalami pertumbuhan perubahan baik cepat ataupun lambat. Di dalam proses pertumbuhan tersebut dilalui berdasarkan tahap-tahap tertentu atau mengalami fase-fase daur hidup organisasi. Meski demikian, tidak semua organisasi mampu menjalani daur hidupnya seperti kurva S tersebut di atas. Seperti halnya manusia, banyak organisasi yang mengalami krisis tidak sampai pada usia tua. Tidak sedikit organisasi yang mati pada masa pertumbuhan, namun tidak jarang pula organisasi yang masih berkembang pada usia yang sudah mencapai ratusan tahun.

Tabel 1
Perbedaan Proses Mekanistik dan Proses Organistik

Proses Mekanistik
Indikator organisasi
Proses Kolaborasi
Sentralistik
Kesenangan
Desentralistik
Banyak
Peraturan dan prosedur
Sedikit
Sempit
Rentang kendali
Lebar
Terspesialisasi
Tugas
Disebar
Sedikit
Tim dan Gugus Tugas
Banyak
Formal dan impersonal
Koordinasi
Informal dan Profesional


Suatu krisis organisasi akan ditandai oleh sejumlah gejala, diantaranya adalah: terjadinya konflik yang berlarut-larut dan terus menajam, retaknya kohesivitas kelompok, menurunnya kinerja organisasi, serta tidak tercapainya target-target organisasi. Kelambanan dan kegagalan dalam menangani krisis akan mengarahkan organisasi pada puncak krisisnya. Jika krisis tidak dapat direspon dengan tepat, maka niscaya organisasi akan mengalami kemunduran, atau exit from live cycle of organization.  Kemunduran organisasi secara struktur didasarkan atas asumsi bahwa organisasi kemungkinan besar akan mengalami masa-masa kemunduran, seperti layaknya manusia yang akan mengalami masa tua. Kondisi yang demikian ini akan memunculkan pola manajemen yang dimulai ketidaksiapan sampai pada pola untuk menginovasi diri organisasi. Tahap yang akan dilalui oleh organisasi atas hal ini adalah:  pertama kaget, kedua bertahan, ketiga krisis sementara, dan keempat membuat penyesuaian yang diperlukan.
            Menurut Greiner dalam Jones (1994) bahwa, ” Organizational decline is the life cycle stage that an organization enters when it fails to “anticipate, recognize, avoid, neutralize, or to adapt to external and internal pressure that threaten the (its) long-term survival. Salah satu cara dalam menanggulangi kelemahan dari ukuran organisasi yang besar adalah melakukan penurunan ukuran (besaran) organisasi (downsizing), mengambil tindakan untuk mengurangi lingkup operasi dan jumlah pekerja.
Agar organisasi tidak jatuh ke dalam krisis, maka setiap organisasi harus merespon gejala krisis dengan tepat, yaitu melalui pemetaan situasi dan faktor-faktor problematik yang signifikan. Proses ini akan mempengaruhi kinerja dan pencapaian target-target secara berkesinambungan, untuk kemudian melakukan pendekatan ulang yang disesuaikan dengan kompleksitas pertumbuhan organisasi dan perubahan lingkungannya.
Krisis akan menimpa organisasi pada setiap waktu. Tinggal bagaimana organisasi itu mensikapi perubahan, karena bagi organisasi yang tidak mampu merespon organisasi dengan positif, maka secara otomatis ia akan tergusur dari daur hidup, alias mati. Mensikapi perubahan internal dan eksternal organisasi adalah suatu sikap yang dilakukan di setiap waktu, baik pada periode pertumbuhan sampai pada periode dewasa.
 



                                                                                                F














Pertumbuhan

 




KURVA PENGEMBANGAN
 

Formasi
 






 






kemunduran
 
                                               


 



                        A


Gambar 2
Krisis Organisasi Terjadi Setiap Saat
Proses krisis organisasi dapat terjadi pada titik A sampai pada titik F. Pada titik A, krisis terjadi ketika organisasi pada masa awal kelahiran. Pada masa ini organisasi banyak melakukan investasi awal, sehingga organisasi membutuhkan energi yang sangat banyak. Energi ini dibutuhkan untuk berbagai kegiatan, mulai dari kebutuhan promosi, operasi, SDM, dan kebutuhan investasi yang paling banyak adalah investasi bidang pemasaran. Organisasi ini lebih banyak menekankan upaya untuk mempromosikan produk-produknya. Bagi organisasi yang tidak memiliki kesiapan akan modal kerja dan modal investasi, maka secara otomatis organisasi akan mengalami krisis.Karena pada masa ini, persaingan sangat membutuhkan perhatian, lebih-lebih bagi organisasi pendatang baru, maka organisasi sangat membutuhkan dana yang sangat besar sebagai upaya menyiapkan amunisi di dalam perang persaingan.
Krisis yang terjadi pada titik B terjadi ketika organisasi hanya mampu mengatasi permasalahan yang bersifat finansial. Organisasi ini hanya mampu menutup biaya investasi, namun setelah BEP terpenuhi, organisasi ini mengalami krisis. Organisasi yang demikian ini disebabkan oleh: ketidaksiapan finansial guna mencukupi kebutuhan modal kerja untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Suwarsono (April 2001), pada tahap ini organisasi belum mampu bicara tentang: strategi, sistem, prosedur, anggaran, dan administrasi organisasi yang tertata, termasuk di dalamnya adalam sistem akuntansi. Pada hal pada periode formasi tahap akhir ini sangat dibutuhkan upaya-upaya untuk memperluas jaringan, baik jaringan pemasaran, jaringan pengadaan bahan baku, jaringan keuangan, dan lain-lain. Pada tahap formasi ini adalah suatu tahapan yang tidak tepat untuk mengadakan pengembangan organisasi. Untuk kebutuhan hidup saja, organisasi telah kehabisan energi. Apalagi untuk mengembangkan organisasi, sangatlah tidak memungkinkan.
Pata tahap pertumbuhan, kemungkinan organisasi mengalami krisis terjadi pada titik C dan D. Pada masa ini organisasi telah mampu mengatasi kemungkinan krisis di titik B. Keberhasilannya dikarenakan organisasi mampu mengatasi permasalahan keuangan dan jaringan organisasi. Bahkan organisasi telah mampu menghasilkan keuntungan, walaupun kebutuhan operasi organisasi, pemasaran produk, dan peningkatan kualitas SDM sangat tinggi. Pada masa ini, produk memerlukan standar kualitas, karena pelanggan telah membutuhkan kepastian atas pengendalian kualitasnya. Untuk kepentingan ini, organisasi membutuhkan transfer of technology, pemanfaatan teknologi informasi, penanaman budaya dan komunikasi organisasi, dan lain-lain. Kegagalan dalam titik C atau D disebabkan oleh beberapa hal, seperti: kegagalan di dalam menjalin perluasan jaringan, peningkatan tuntutan dan keinginan pelanggan yang tidak mampu dilayani oleh organisasi, SDM yang tidak berkualitas sehingga produk yang dihasilkannya tidak memenuhi standar mutu, hak-hak konsumen mulai terabaikan, penggunaan teknologi yang kedaluwarsa, dan lain-lain. Suwarsono menyarankan agar organisasi tidak mengalami terjun bebas, maka seluruh pengelola segera sadar bahwa organisasi memerlukan manajemen yang baik. Fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasioan, pengendalian, dan pengawasan (2001).
Fase ini merupakan fase yang sangat tepat untuk melakukan pengembangan organisasi. Artinya, fase ini merupakan fase dimana organisasi sedang tumbuh kembang, sehingga memiliki motivasi dan energi yang cukup untuk mengadakan inovasi dan pengembangan organisasi. Pada tahapan hidup ini, organisasi mengalami penjualan produk yang meningkat tajam, sehingga peluang bisnis semakin terbuka lebar. Hasil keuntungan organisasi pada fase ini dipergunakan untuk diinvestasikan lagi dalam bentuk pengembangan organisasi, baik melalui pengembangan produk, layanan, standar kualitas, peningkatan kompetensi SDM, dan lain-lain.
Titik E dan F adalah titik dimana organisasi dapat menikmati hasil investasinya. Dari sisi keuangan, fase ini merupakan periode yang membahagiakan, dimana organisasi berhasil memanen atas investasi yang telah dilakukan. Organisasi tidak banyak melakukan aktivitas, karena semua fungsi telah berjalan semestinya. Jika proses transisi ini dapat dilalui dengan smooth, organisasi akan mencapai tahapan puncak prestasi. Namun awas, jika tidak hati-hati, maka rasa bahagia ini akan berubah menjadi suasana yang mencemaskan. Puncak prestasi, bagi organisasi bukan berarti segalanya akan berjalan dengan linear. Justru pada puncak prestasi ini, sangat rawan terjadi konflik kepentingan. Titik F adalah titik puncak keberhasilan, kalau tidak hati-hati kemudian organisasi akan masuk pada masa krisis. Konflik terjadi, menurut Suwarsono (2001), dikarenakan oleh tiga hal, yaitu: delegasi wewenang, profesionalisasi manajemen, dan perubahan orientasi. Krisis terjadi dikarenakan munculnya konflik antara: pendiri dengan manajemen profesional, atau orang lama dengan orang baru, tujuan perusahaan dengan kepentingan pribadi, dan lain-lain. Fase ini organisasi masih memiliki waktu untuk melakukan upaya pengembangan organisasi, karena fasilitas teknologi masih dimiliki, SDM berkualitas masih bertahan, kepercayaan dari pihak ketiga masih terjaga, dan lain-lain. Oleh karenanya, walaupun terlambat, organisasi harus segera melakukan pengembangan organisasi guna mengantisipasi masuk masa decline organization.

B. Management of Life Cycle
Ketika sebuah organisasi berhasil melewati fase kelahiran dari siklus hidupnya, maka selanjutnya organisasi tersebut akan berusaha untuk mengontrol dan mengendalikan kelangkaan sumberdaya yang sekaligus mengurangi risiko-risiko yang bakal dihadapi agar organisasi dapat tumbuh kembang. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan potensi diri organisasi. Eksplorasi potensi diri organisasi dengan mendasarkan pada entrepreneurial spirit sangat bermanfaat bagi organisasi, karena eksplorasi ini akan bermuara pada penggalian kreativitas, inovasi, membangun daya tahan organisasi, strategi organisasi menghadapi risiko, sampai pada upaya berkomitmen untuk mencapai visi organisasi.
Fase siklus hidup organisasi yang paling mudah untuk dilewati adalah fase pertumbuhan, pada fase ini organisasi mengembangkan kemampuan untuk menciptakan nilai-nilai dan kompetensi sehingga mampu untuk mendapatkan sumberdaya lainnya. Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi meningkatkan pembagian kerja/ division of labor dan spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan keunggulan kompetitif/ competitive advantage. Organisasi akan mampu mendapatkan sumberdaya, maka dipastikan organisasi tersebut dapat memperoleh keuntungan sehingga dapat lebih berkembang lagi.

 
















Gambar 3
Tahapan Pertumbuhan Organisasi Menurut Greiner

Menurut Greiner, secara umum organisasi bertumbuh melalui tahapan atau fase krisisnya sebagai berikut:
Ø  Fase kreativitas, berakhir dengan krisis kepemimpinan
Ø  Fase pengarahan, berakhir dengan krisis otonomi
Ø  Fase pendelegasian, berakhir dengan krisis pengendalian
Ø  Fase koordinasi, berakhir dengan krisis red tape crisis
Ø  Fase kolaborasi, dalam teori Greiner tidak dijelaskan krisis yang mengakhiri fase ini.
Pada setiap tahapan, Greiner memberikan fase, dimana setiap fase akan ditunjukan kapan dimulai dan kapan berakhir dengan ditandai oleh kejadian-kejadian seperti apa dalam tubuh organisasi. Lebih jelasnya, lihat gambar 3.
Pada permulaan tahun 1970-an Larry Greiner menyatakan bahwa evolusi organisasi dikarakteristikkan oleh tahap pertumbuhan yang panjang dan tenang yang selanjutnya disebut evolusi, kemudian diikuti oleh periode kekacauan yang disebut revolusi.  Model pertumbuhan organisasi menurut Greiner (Robbins, 1990), meliputi lima tahap, yaitu sebagai berikut : 
Tahap 1 : KreativitasKreativitas para pendiri organisasi merupakan tahap awal dari evolusi suatu organisasi.  Bentuk kreativitas ini biasanya dalam mengembangkan produknya dan pasar.  Disain organisasi pada tahap ini masih merupakan struktur sederhana dan pengambilan keputusan dikontrol oleh manajer-pemilik atau top manajemen.  Komunikasi antar tingkatan di dalam organisasi berlangsung intensif dan informal.
Krisis yang muncul pada tahap awal pertumbuhan organisasi adalah krisis kepemimpinan, karena manajer sukar mengelola organisasi dengan hanya mengandalkan pada komunikasi informal.  Oleh karena itu  diperlukan manajemen profesional yang dapat memperkenalkan dan mengimplementasikan manajemen dan tehnik organisasi yang makin kompleks.
            Tahap 2 : Pengarahan.  Pada tahap pengarahan desain organisasi makin birokratis, komunikasi antar tingkatan menjadi formal dan spesialisasi pekerjaan mulai diterapkan, seperti aktivitas produksi dan pemasaran.  Pengambilan keputusan pada tahap ini bermuara pada manajemen baru dan manajer tingkat bawah tidak diikut sertakan.  Keadaan ini akan menimbulkan krisis otonomi, dimana manajer tingkat bawah akan mencari pengaruh yang lebih besar di dalam pengambilan keputusan. Pada prinsipnya solusi dari krisis otonomi tersebut adalah pendesentralisasian pengambilan keputusan.
            Tahap 3 : Pendelegasian.  Pada tahap pendelegasian manajer tingkat bawah mempunyai otonomi yang lebih besar dalam menjalankan aktivitas unit kerjanya, sedangkan top manajemen lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategis jangka panjang.  Krisis yang muncul dari tahap pendelegasian adalah krisis kontrol, karena manajer tingkat bawah merasa nyaman dengan otonomi yang diberikan, sedangkan top manajemen merasa takut organisasi akan dibawa ke berbagai arah.  Oleh karena itu diperlukan suatu cara dalam mengelola jalannya roda organisasi.
            Tahap 4 : Koordinasi.  Tahap ini muncul sebagai akibat dari krisis kontrol pada tahap pendelegasian.  Koordinasi sangat diperlukan oleh manajer lini dari unit-unit staf  dan kelompok-kelompok produk dalam menjalankan fungsinya.  Namun adanya koordinasi juga menimbulkan konflik garis-staf yang menyita banyak waktu dan energi, sehingga muncul krisis birokrasi.
            Tahap 5 : Kerjasama.  Jalan keluar dari krisis birokrasi pada tahap koordinasi adalah kerjasama yang kuat antar individu di dalam organisasi.  Budaya organisasi menjadi substitusi bagi kontrol formal manajemen organisasi.  Struktur organisasi bergerak ke arah bentuk organik.
Orang bisa menjadi kaya dan sukses tanpa memperhatikan status ekonomi keluarganya.  Hal tersebut merupakan gambaran yang cukup akurat dari kepercayaan dasar seorang yang berjiwa entrepreneurship bahwa masa depan akan lebih baik daripada sekarang.  Demikian pula dalam sebuah organisasi, nilai-nilai optimistik tersebut juga terinternalisasi ke dalam organisasi.  Manajemen daur hidup menjadi alat untuk mengemukakan kepercayaan tersebut dalam konteks organisasional.  Pertumbuhan menjadi cara untuk melejitkan  organisasi di masa yang akan datang menjadi lebih baik dibanding sekarang. Ada empat alasan utama mengapa organisasi perlu mengelola daur hidup,  yaitu: Pertama, Makin besar makin baik.  Ukuran yang besar pada organisasi ada kaitannya dengan hubungan ekonomis.  Pertumbuhan yang makin besar sangat diinginkan karena dengan makin meningkatnya besaran organisasi maka berdampak pada skala ekonomi (economic of scale).  Makin besar organisasi seringkali lebih efisien dalam operasional organisasi tersebut. Pertumbuhan berfungsi sebagai indikator tentang kebugaran organisasi di masa yang akan datang, karena masa depan organisasi yang prospektif dapat mempengaruhi sejauh mana organisasi tersebut dapat memperoleh dukungan terus menerus dan meningkat dari lingkungan spesifiknya.  Oleh karena itu para manajer sangat termotivasi untuk mencari pertumbuhan.
Kedua, mengelola daur hidup dapat meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup.  Organisasi yang besar mempunyai peluang dukungan yang lebih besar dari pemerintah dibandingkan dengan organisasi yang kecil.  Contohnya pada tahun 1980 Pemerintah AS memberikan garansi kepada Chrysler Corporation sebesar $ 1,5 milyar terhadap pinjaman-pinjamannya, karena organisasi ini memiliki nama besar dan merupakan organisasi yang besar pula
Ketiga, Manajemen daur hidup memiliki kesamaan dengan efektifitas organisasi. Apabila organisasi tumbuh dan menjadi lebih besar, maka orang lazim mengasumsikan bahwa organisasi tersebut dikelola dengan efektif, mampu mengoptimalkan potensi organisasi, mampu menghidupkan semangat entrepreneurship di kalangan manajemen dan karyawan.  Para eksekutif menunjukkan penjualan yang makin meningkat, signifikan dan berkorelasi positif dengan tingkat biaya dan laba bersih yang diperoleh organisasi. Perluasan pangsa pasar berbanding lurus dengan tingkat pendapatan dan tingkat laba (return) organisasi. Contoh: manajemen rumah makan memperlihatkan lebih banyak pelanggan yang dilayani dibandingkan dengan masa-masa pertumbuhan sebelumnya. Dinas Pariwisata mampu menunjukkan potensi daerah, baik potensi alam, potensi seni, potensi keamanan maupun potensi kulinernya, sehingga dapat menarik wisatawan asing dan domestik. Semakin tinggi jumalh wisatawan maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang dapat diperoleh Dinas Pariwisata. Contoh – contoh ini menggambarkan bagaimana organisasi dikelola dengan baik sehingga organisasi mengalami track daur hidup yang tumbuh kembang
Keempat, manajemen daur hidup adalah kekuasaan. Manajemen daur hidup suatu organisasi akan meningkatkan prestise, kekuasaaan dan keamanan kerja bagi top manajemen.  Pertumbuhan organisasi seiring  dengan peningkatan gengsi manajemen puncak organisasi tersebut. Manajemen daur hidup juga menjadikan organisasi tersebut mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang lebih besar terhadap lingkungannya dibandingkan dengan organisasi yang kecil,  seperti pengaruh yang lebih besar terhadap pemasok, serikat buruh, pelanggan, pemerintah dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang logis bahwa manajemen daur hidup bukanlah suatu kejadian yang kebetulan saja.  Manajemen daur hidup memberikan keuntungan ekonomis bagi organisasi dan keuntungan politis (kekuasaan)  bagi eksekutif  puncak organisasi tersebut. Manajemen daur hidup harus direncanakan, dirancang, dikontrol dan senantiasa dievaluasi agar daur hidup organisasi dapat mencapai sasaran dengan tepat.

C. Decline dan Downsizing Management
Pada organisasi  yang besar  dalam industri yang sudah mantap, kemunduran organisasi telah menjadi suatu fakta dalam siklus hidup sebuah organisasi yang dicirikan dengan pengurangan jumlah tenaga kerja  atau perubahan besarnya organisasi. Kemunduran adalah fase terakhir dari siklus hidup organisasi yang seringkali terabaikan atau terlambat untuk diantisipasi. Decline secara etimologis dapat diartikan “to become fewer or less (Encarta 2004 ). Decline merupakan kondisi organisasi mengalami sedikit atau berkurang dari ukuran semula. Artinya organisasi mengalami kemunduran di dalam memberikan layanan kepada pelanggan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Atau dapat juga diartikan sebagai berikut: ” to become physically or mentally less vigorous, especially of illness or mature years (Encarta, 2004). Menurut Greiner bahwa, ”Organizational decline is the life cycle stage that an organization enters when it fails to “anticipate, recognize, avoid, neutralize, or to adapt to external and internal pressure that threaten the (its) long-term survival. (Jones, 1994).
Downsizing dapat diartikan sebagai  “make business smaller: to reduce the size of a business or organization, especially by cutting the workforce. ” (Encarta, 2004) Atau pengertian lain “ make something smaller: to make something physically smaller or produce something in a smaller size ” (Encarta, 2004). Masa krisis organisasi atau kemunduran, sadar atau tidak harus dihadapi oleh setiap organisasi, karena kanyataan ini menjadi fakta dan garis hidup. Tidak ada organisasi yang akan tumbuh dan berkembang terus. Suatu ketika pasti akan menderita penyakit dan mengalami kemunduran. Seperti halnya mahluk hidup, yang lahir tumbuh, berkembang, dan mati. Downsizing adalah upaya atau tindakan positif organisasi melakukan restrukturisasi guna mensikapi dan merespon atas terjadinya kemunduran.
Decline organization merupakan tahap akhir dari evolusi industri dimana permintaan konsumen terhadap produk industri mengalami penurunan. Proses penurunan organisasi dapat terjadi kapan saja, tidak harus terjadi pada organisasi yang telah tua. Seperti pada gambar 2, proses kemunduran organisasi dapat terjadi pada titik A sampai pada titik F. Hal ini ditandai oleh situasi dimana organisasi tidak memiliki daya untuk memenuhi keinginan pelanggan atas produk/ jasa yang dihasilkannya dan sumber daya perusahaan sudah semakin berkurang. Organisasi/ perusahaan seringkali merespon situasi ini dengan melakukan pemotongan harga untuk meningkatkan kompetisi, bahkan tindakan yang sering dianggap oleh perusahaan paling efisien adalah keluar dari industri produk tersebut.
Kemunduran organisasi terjadi karena lingkungan yang berubah, misalkan karena pangsa pasar yang menurun, biaya pekerja yang mencolok diluar negeri sehingga produk luar lebih murah, lahirnya produk substitusi yang kualitasnya lebih baik, terjadi perubahan dari prioritas kebijakan pemerintah dalam industri akibatnya beberapa perusahaan melakukan efisiensi dengan melakukan merger dan akuisisi untuk menanggulangi kemunduran tersebut. Salah satu masalah utama yang harus dihadapi pihak manajemen selama terjadinya kemunduran organisasi adalah kemungkinan pegawai terbaik akan meninggalkan organisasi. Untuk mengurangi perputaran pegawai dan untuk mempertahankan tingkat moral yang tinggi dan komitmen dari pegawai maka pihak manajemen harus mendesentrelalisasi dan dan melepaskan kontrol yang otokratis. Jika kemunduran bersifat jangka panjang maka manajemen akan mengambil jalan untuk memberi kepada pegawai peran yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan, struktur organisasi akan bergerak kearah desentralisasi.
Organisasi yang mengalami decline akan menemui permasalahan. Beberapa permasalahan yang potensial akan berakibat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatnya konflik dan permasalahan hukum.
Kemunduran organisasi akan menimbulkan konflik, konflik akan lebih tinggi pada organisasi yang sedang mundur dibandingkan pada organisasi yang sedang tumbuh. Frekuensi konflik datang setiap hari dengan berbagai corak dan model, mulai dari konflik SDM, operasi, sampai pada masalah keuangan. Bahkan tidak jarang, konflik ini akan membawa ke proses hukum. Jika hal ini dibiarkan, konflik dan permasalahan hukum akan datang dari mana, baik internal maupun eksternal organisasi. Pihak manajemen harus dapat mengelola konflik tersebut untuk memperlambat kemunduran. Dari konflik tersebut dapat menimbulkan perubahan yang dapat menghidupkan kembali organisasi seperti penciptaan produk dan jasa baru serta tindakan untuk mengurangi biaya organisasi dengan melakukan efisiensi di setiap sektor  sehingga organisasi dapat hidup terus.
2.   Meningkatnya Suhu Politik.
Perubahan struktural selama kemunduran akan lebih mungkin ditentukan oleh koalisi mana yang menang dalam perebutan kekuasaan dan koalisi timbul dari kelompok yang diorganisasikan dan vokal, yang secara aktif akan mengejar kepentingannya sendiri. Dalam situasi kompetisi untuk kelangsungan hidup organisasi, peraturan standar diabaikan. Pada lingkungan yang demikian mendorong dijalankannya politik “tidak ada palka yang dipalangi”.
3.    Meningkatnya Penolakan Terhadap Pengembangan
Kekuatan utama yang menolak pengembangan pada tahap awal kemunduran adalah orang yang mempunyai kepentingan yang paling banyak memperoleh keuntungan dari pertumbuhan. Koalisi domain mereka akan melindungi diri untuk mempertahankan status quo dan kontrolnya. Karena basis dari kekuasaan mereka ditantang, sehingga mereka terdorong untuk meneruskan usaha yang behubungan dengan pertumbuhan  meskipun tidak masuk akal lagi. Jika organisasi tersebut berniat mengubah kebijakan mereka kearah menstabilisasi organisasi maka mereka perlu melepaskan pendukung pertumbuhan dari posisi kekuasaan mereka dan menggantikannya dengan kader pemimpin baru yang  mempunyai kepentingan berbeda.
4.   Hilangnya Kredibilitas Manajemen Puncak.
Pada saat kemunduran para anggota organisasi akan melihat kepada individu atau kelompok tertentu yang dapat dijadikan kambing hitam dari terjadinya kemunduran tersebut. Ada kecenderungan bahwa pihak manajemen yang akan dijadikan kambing hitam kemunduran tersebut sehingga kredibilitas mereka akan menurun. Kehadiaran top management semakin berkurang, bahkan bila perlu tidak berkantor lagi. Kondisi seperti ini tentu akan menurunkan motivasi SDM, tanda-tandanya dapat dilihat dari menurunnya moral dan komitmen pegawai, kepuasan kerja cenderung untuk jatuh secara mencolok seperti loyalitas terhadap organisasi. Beberapa SDM berkualitas akhirnya resign, mencari penghidupan yang baru.
5.   Perubahan Komposisi Tenaga Kerja
Pengurangan tenaga kerja/ SDM memerlukan pemotongan jumlah pegawai. Kriteria yang paling popular untuk menentukan siapa yang harus diberhentikan lebih dahulu adalah senioritas artinya yang dipekerjakan paling akhir adalah orang pertama yang harus meninggalkan organisasi. Salah satu hasil yang kurang menyenangkan dari penghentian yang didasarkan senioritas bahwa hal itu menghambat kearah pembukaan kesempatan kerja bagi wanita  kelompok minoritas.
6.  Meningkatnya Perputaran Tenaga Kerja Secara Sukarela.
Pada saat terjadi kemunduran organisasi akan terjadi pengunduran diri secara sukarela, tetapi  orang pertama yang akan meninggalkan organisasi adalah orang-orang yang paling baik, seperti teknisi yang terampil, para profesional dan pegawai manajer yang berbakat. Sehingga manajemen senior ditantang untuk memberikan insentif bagi manajer yunior jika ingin memperlambat kemunduran yang lama.        
 7. Rusaknya Motivasi Pegawai
Waktu  organisasi mundur akan terjadi pemberhentian, pengaturan kembali tugas yang seringkali merupakan penyerapan dari tugas-tugas sebelumnya yang dilakukan orang lain  dimana perubahan ini dapat menyebabkan stress. Biasanya pegawai  sukar untuk tetap termotivasi jika terdapat ketidakpastian yang tinggi mengenai apakah mereka akan tetap punya pekerjaan dilain waktu.
8. Keadaan fisik organisasi semakin tidak terurus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar