Minggu, 29 Mei 2011

KEPEMIMPINAN BISNIS


KEPEMIMPINAN BISNIS INDONESIA

DI ERA PASAR BEBAS


Wahyu Purhantara
STIE Mitra Indonesia Yogyakarta
Dipublikasikan: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol. 7, No.1.
April 2010, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract
Dinamika lingkungan bisnis, kepemimpinan, perubahan-perubahan yang mengalir dengan cepat, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, transportasi serta teknologi di bidang manufaktur telah membawa organisasi bisnis menuju kondisi bisnis yang mengacu pada pasar global. Dalam era global, dunia menjadi tanpa batas (unborderless), mobilitas sumberdaya menjadi semakin cepat, informasi menjadi instan, organisasi dihadapkan pada berbagai peluang dan sekaligus tantangan yang semakin kompleks. Pada kondisi ini aturan main dalam bisnis juga mengalami revolusi yang sangat cepat. Perubahan telah memunculkan ”the new rule of the game” dan organisasi bisnis dituntut untuk dapat bertindak cepat dan fleksibel demi eksistensi dan perkembangannya dimasa yang akan datang.
Perubahan lingkungan berimplikasi pada perubahan strategi organisasi. Selama ini organasisasi bisnis bersaing dengan basis produk dan pasar, artinya kepemimpinan produk dan pasar menjadi penentu keunggulan organisasi. Kondisi ini kemudian berubah, dimana dalam upaya untuk menciptakan keunggulan bersaing organisasi fokus pada persaingan dengan basis sumberdaya dan kompetensi. Perkembangan kedepan organisasi dituntut untuk dapat bersaing dengan basis talenta dan impian (talent and dream). Singkatnya organisasi harus selalu bersahabat dengan perubahan (in friendship with change), dan berpandangan jauh kedepan agar menjadi pemimpin perubahan itu sendiri.

Latar Belakang
Dinamika lingkungan dan kapabilitas untuk berubah dan berkembang bagi suatu organisasi sangatlah ditentukan oleh agen perubahan di  tubuh organisasi itu. Sebagai agen perubahan, ia akan menentukan kapabilitas organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang terus bergejolak. Dalam kondisi ini diperlukan kehadiran seorang pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan, kepemimpinan yang memiliki sense of change yang tinggi, pemimpin yang sadar akan posisinya ditengah-tengah lingkungan yang terus berubah, pemimpin yang memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship. Pemimpin yang tidak hanya menjadi agen perubahan tetapi sekaligus memimpin perubahan itu sendiri. Kepemimpinan strategis yang memiliki sense of businness dan sense of change yang tinggi, mampu bertindak proaktif, kreatif dan inovatif. Sebagai seorang agen peruban perubahan pada dasarnya harus memiliki tiga karakter utama, yaitu: (1) kreatif dan inovatif; (2) mampu bersikap sebagai intraprenership dan entrepreneurship bagi organisasinya, dan (3) memiliki kapasitas dan networking yang memadai. Ketiga karakter ini secara bersama-sama akan menjadi dasar seorang pemimpin mengambil sikap untuk proactive to change (Edi Prasetyo Nugroho dan Rina Elisaprapti, Desember 2002). Kepemimpinan yang mampu menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan motivasi seluruh elemen organisasi untuk terus belajar dan berkembang.
Tantangan perubahan lingkungan global telah bergejolak dan berdampak pada kehidupan bisnis di Indonesia, salah satu indikatornya adalah terjun bebasnya nilai eksport Indonesia di pasar internasional tahun 2009 sebesar US$116,7M per triwulan 2009 dibanding 2008. Pertanda lain adalah munculnya perusahaan-perusahaan berskala internanasional di Indonesia, kemunculan organisasi-organisasi perdagangan dunia seperti pasar bersama Eropa, AFTA, ACFTA yang telah dimulai di awal 2010 ini dan bahkan organisasi perdagangan dunia (WTO) merupakan fakta konkrit yang harus dihadapi oleh para pebisnis Indonesia. Disamping itu berkembangnya e-bussinnes, e-travel, e-banking, e-library dan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based economic) adalah perubahan dalam tatanan bisnis, dan semuanya merupakan peluang dan sekaligus tantangan yang harus diantisipasi kedepan.
Menghadapi realitas perubahan lingkungan bisnis diatas, kepemimpinan bisnis di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan-tantangan yang sama. Kepemimpinan harus dapat mendesain tata kelola organisasi yang baru untuk dapat memuaskan seluruh stakeholdernya. Artinya, kepemimpinan di dunia bisnis harus mulai diorientasikan pada pola kepemimpinan untuk menghadapi pasar bebas. Realitas keberagaman dalam berbagai bidang seperti konsumen, persaingan, negara (country), mata uang (currency) dan bahkan budaya (culture), menuntut kapabilitas pemimpin yang dapat berpikir lintas budaya, lintas fungsi, lintas kapabilitas, lintas bahasa dan sebagainya demi kesuksesan organisasi. Pada saat yang sama pemimpin juga diharapkan dapat berpikir dan menyadari untuk keluar dari tata nilai dan budaya organisasi yang memang sudah tidak relevan.
Sebaliknya pemimpin harus berani berfikir beda untuk menciptakan peluang dan mewujudkan mimpi organisasi. Menarik untuk dicermati bahwa, hampir setiap aspek kerja dipengaruhi oleh, dan tergantung pada kepemimpinan (Overton, 2002). Artinya, kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi dalam membangun kapabilitas dan kompetensinya untuk memenangkan persaingan secara berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Oleh karena itu tema kepemimpinan merupakan topik yang selalu menarik untuk diperbincangkan dan tak pernah habis dibahas.

Pengertian Kepemimpinan 
            Kepemimpinan adalah proses mengarahkan perilaku orang lain kearah pencapaian suatu tujuan tertentu. Pengarahan dalam hal ini berarti menyebabkan orang lain bertindak dengan cara tertentu atau mengikuti arah tertentu. Menurut Jacobs & Jacques (1990) dalam Gary Yukl, “Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran”. (Gary Yukl, 1994, 2). Orway Tead dalam bukunya “The Art of Leadership”  yang dikutip oleh Kartini Kartono (2003) mendefinisikan kepemimpinan adalah “kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.
            Konsep kepemimpinan sebagai mana dikemukakan oleh Burns (1978) tentang kepemimpinan transformasional, menjelaskan sebagai sebuah proses yang padanya “ para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”. (Gary Yukl, 1994). Para pemimpin tersebut mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian. Sebagaimana dalam bukunya “Leadership.” Burns yang dikutip oleh Gary Yukl, (1994) mengatakan, “tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut tranformasional terutama diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut”.
            Konsep kepemimpinan yang dikembangkan  hasil dari studi-studi  Michigan oleh Likert (1961), mempelajari bagaimana cara yang paling baik mengelola individu-individu untuk mencapai kinerja dan kepuasan yang diinginkan. Dua gaya kepemimpinan Michigan yaitu pemimpin yang berpusat pada pekerjaan (Job-centered), yaitu seseorang mengawasi secara ketat dan memperhatikan kerja orang lain; dan yang kedua adalah pemimpin yang berpusat pada karyawan, yakni seseorang hanya mengawasi secara umum pekerjaan orang lain. Ia berusaha agar orang lain dapat merasakan otonomi dan dukungan. (Gary Yukl, 1994).     
            Menurut teori Path Goal (Jalan-Tujuan), tugas pemimpin adalah membantu anggotanya dalam mencapai tujuan dan memberikan  dukungan serta arah untuk menjamin tujuan secara keseluruhan. Adalah sebuah keyakinan, pemimpin efektif memperjelas jalur untuk membantu anggota dari awal sampai pencapaian tujuan dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah. (Gary Yukl, 1994). Perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan pijakan yang bersumber  pada kepuasan pada saat itu dan masa datang. Dalam teori Path Goal gaya kepemimpinan dibagi ke dalam empat prilaku:
a.       Directive Leader, yaitu membiarkan bawahannya mengetahui apa yang diinginkan mereka, jadwal kerja yang harus diselesaikan dan panduan tentang penyelesaian tugas-tugas.
b.      Suportive Leader, yaitu bersikap ramah dan memperlihatkan kepedulian terhadap bawahan.
c.       Participative Leader, berkonsultasi dengan bawahan dan menerima saran-saran mereka sebelum membuat keputusan.
d.      Achivemen oriented, yaitu mengatur tujuan yang memiliki tantangan dan mengharapkan bawahan bekerja dengan kinerja tinggi. (Gitosudarmo dan Sudita, 1995).

Entrepreneurial Leadership
Kepemimpinan berbasis kewirausahaan (Frinces, 2004) didefinisikan sebagai kepemimpinan yang mencakup upaya perubahan organisasi, sebagai kebalikan dari kepemimpinan untuk mempertahankan status qua. SDM yang berkualitas secara umum hanya dapat diciptakan oleh kondisi favoriable bagi kebebasan dan keberanian menyatakan pendapat, pikiran, hasil penelitian dan terselenggaranya proses pendidikan dan pelatihan yang unggul. Keunggulan ini tercipta, salah satunya adanya sistim pendidikan organsasi yang  berbasis kompetisi. Untuk melakukan suatu perubahan organisasi adalah adanya sistem yang kondusif bagi terciptanya pendidikan organisasi yang secara cepat dan pasti menciptakan SDM yang berkualitas tinggi dan unggul, kemampuan seorang pemimpin yang mempunyai kreativitas, kemauan, kemampuan, dan keberanian untuk melakukan perubahan strategis. Proses yang demikian itu menunjukkan adanya kualitas, semangat dan jiwa seorang pemimpin yang mempunyai kepemimpinan “entrepreneurial leadership”.
Tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi bisnisdi Indonesia memerlukan keunggulan daya saing mutlak (absulute competitive advantage) terhadap pihak lain. Satu hal dapat dinyatakan secara kualitatif bahwa persaingan itu sendiri hanya dapat dimenangkan bila satu pihak mempunyai keunggulan lebih dibanding pihak lain. Banyak faktor yang membentuk daya saing. Heflin (2004) mengatakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain :
a         Kualitas
b        Harga
c         Pelayanan
d        Kemasan
e         System pembayaran
f         Penyampaian
g        Hubungan strategis
h        dan kepercayaan
Unsur utama dari aspek barang adalah kualitas barang itu sendiri, oleh karena itu dalam aspek daya saing barang dalam persaingan pasar bebas banyak ditentukan oleh tinggi dan rendahnya permintaan pasar global, kualitas barang, dan kecepatan di dalam melayani pelanggan..
Salah satu peran yang penting adalah bagaimana pemimpin dalam organisasi itu dapat menggerakkan anggotanya menuju persaingan tersebut. Kepemimpinan berbasis kewirausahaan memusatkan perhatiannya pada transaksi antara manajer dan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran atau tawar menawar. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai tugas yang harus dilaksanakan dan penghargaan atas prestasi atau pemenuhan tugas tersebut. Di dalam entrepreneurial leadership, pemimpin mendorong pengikutnya mencapai tingkat kinerja yang telah menjadi kesepakatan bersama dan keduanya bersama-sama menempati kesepakatan tersebut.
Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang mampu mendelegasikan tugas kepada karyawan yang telah dilatih, memberi kesempatan untuk berkembang dengan penuh percaya diri, serta mendorongnya untuk memikul tanggung jawab yang telah diberikan. Covey (1992) menyatakan bahwa manusia dikaruniai kemampuan, kecerdasan, kecerdikan dan kreativitas untuk menjadi pemberdaya. Pemimpin harus dapat melakukan penggalangan sejati terhadap suatu visi bersama dan bekerja dengan banyak orang. Pemimpin harus mampu menyatukan kumpulan ketrampilan dari sinergi keadaan pikiran (mindset) dan keadaan saling tergantung. Menurut Charles J Keating menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan, yaitu: berasal dari diri kita sendiri, pandangan terhadap manusia, keadaan kelompok, situasi kepemimpinan. Sedangkan Keit Davis merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan di dalam organisasi, yaitu: kecerdasan, kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi, sikap-sikap hubungan kemanusiaan (Miftah Thoha, 1994)
Kriteria pemimpin itu harus dilihat sisi kognitifnya. Intelectual stimulation, adalah salah satu dimensi karakteristik kepemimpinan, yaitu berupaya menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kreatifitas (Riyono & Zulaifah, 2001). Pemimpin yang memiliki intelektualitas akan mampu mengajak bawahannya memiliki pola pikir yang rasional, berdasarkan fakta-fakta dan data untuk memenuhi kebutuhan anggota. Demikian pula, dalam melakukan pemecahan setiap permasalahan yang dihadapi anggotanya, sehingga ia selalu memandang perbedaan pendapat sebagai sesuatu hal yang wajar. Meskipun keputusan akhir berada di tangan pemimpin, namun ide-ide bawahan tetap menjadi bahan pertimbangan. Pemimpin akan mampu mendorong bawahan memunculkan ide-ide segar serta menstimulir solusi kreatif atas masalah yang dihadapi, dengan cara melibatkan mereka merumuskan permasalahan yang ada serta bersama-sama mencari solusi. Dengan kepemimpinan kewirausahaan, para pengikut akan merasa percaya, kagum, hormat dan loyal kepada pemimpinnya dan menyebabkan mereka terdorong untuk “melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang mereka harapkan. Entrepreneurial leadership dapat melakukan itu semua karena tiga hal, yaitu: Pertama, memiliki karisma sebagai basis dalam membangun kepercayaan para pengikutnya. Kedua, memiliki kepekaan terhadap individual sehingga mampu bersikap emphaty pada para pengikutnya. Ketiga, bersedia mencari alternatif pemecahan secara rasional, bukan secara emosional (Zimmerer & Scarborough, 2006). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa karisma merupakan bagian dari sifat kepemimpinan. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi karisma merupakan dimensi karakteristik. Namun demikian bukan berarti kepemimpinan ini identik dengan kepemimpinan karismatik, sebab kepemimpinan tanpa unsur dimensi karakteristik lainnya tidak akan optimal.
Menurut Pardi dalam Suryana, mengatakan bahwa kewirausahaan bukanlah sekedar enterprenuerial dalam arti pengusaha, akan tetapi titik beratnya terletak pada pembentukan watak maju dan pembinaan mental yang dimulai dari usaha pengendalian diri dari sikap mental yang negatif untuk membentuk dan mengembangkan sikap mental yang positif. Selanjutnya, bahwa proses menuju sikap dan watak guna memulai kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengamalkan hakekat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah usaha kepribadian Indonesia merdeka. Ia menekankan pada pembentukan watak dan pembinaan mental kewirausahaan lebih dahulu, kemudian baru pendidikan yang lain yang menunjang praktek kewirausahaan (Suryana, 2001).
Den Hartog, Van Muijen dan Kopman dalam Suryana (2001) menyatakan bahwa pada dua dekade terakhir ini, studi tentang kepemimpinan telah menghangat kembali sehubungan dengan telah dirumuskannya sebuah teori tentang kepemimpinan kewirausahaan. Model kepemimpinan yang berkembang pesat dan menjadi trend studi kepemimpinan pada dekade terakhir ini lebih didasarkan pada upaya pemimpin dalam mengubah berbagai nilai, budaya kerja, keyakinan dan kebutuhan pengikutnya. Sebagaimana dikemukakan Kauzes dan Posner (1987), tentang lima dasar kebiasaan dan sepuluh tingkah laku yang pada umumnya dipakai oleh pemimpin untuk menyelesaikan hal-hal yang luar biasa. Salah satu teori kepemimpinan yang saat ini menarik banyak perhatian adalah penelitian yang dilakukan oleh Weber dan House terhadap pemimpin yang mempunyai pengaruh luar biasa pada organisasinya (Frinces, 2004).
Untuk mencapai tujuan organisasi, tugas berat bagi pemimpin, menurut Frinces (2004) adalah menyusun strategic plan organisasi dengan baik, selanjutnya diperlukan banyak aktor pendukung agar tujuan dapat berhasil dicapai. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a         Kecepatan dan ketepatan di dalam mengambil keputusan
b        Adanya perencanaan strategis yang jelas (spesific) dan rasional.
c         Adanya organisasi yang tepat.
d        Adanya sistem manajemen yang kondusif.
e         Tersedianya dana yang cukup.
f         Adanya SDM yang kualitasnya sesuai dengan kebutuhan.
g        Adanya kepemimpinan yang kuat dan tepat.
h        Produk dan jasa (outcome) yang berkualitas tinggi
Dalam kenyataan dan kondisi seperti ini, maka seorang pimpinan organisasi harus bekerja ekstra keras untuk melakukan berbagai terobosan, hal bila ditemukan akan melahirkan keunggulan daya saing organisasi, dan ciri seorang “entrepreneurial leader” adalah kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan di dalam melakukan terobosan yang tepat serta unggul dan beresiko tinggi.
Seorang pemimpin dalam era pasar bebas dituntut kualitasnya untuk dapat melakukan berbagai hal untuk menjawab berbagai tantangan, kualitas pimpinan tersebut untuk dapat merespon berbagai tantangan yang berkembang di tengah masyarakat. Thomas H. Lee,  Shijo Shiba, dan Robert Chapman Wood (1999) mengajukan resep empat prinsip menuju kepemimpinan efektif, yaitu:
a.      A leader’s future skill for problem solving depends almost completely on skill with language.
b.      Nothing can be done alone: create infrastructures to mobilize teams and the organization.
c.       Don’t be afraid to jump into the fishbowl.
d.      Focus in qualitative data rather than quantitative data to achieve breakthrough.
e.       Do not stick to surface phenomena; rather, jump out the fishbowl to capture beneath the surface
Jadi seorang pimpinan saat ini tidak cukup hanya mengandalkan karisma semata atau idolaku, tetapi sudah dituntut untuk mempunyai harapan baru untuk berubah dan memberikan harapan dan harapan itu menjadi kenyataan.
Menyikapi adanya tuntutan dan tantangan yang berkembang dalam era pasar bebas ini, maka diperlukan seorang pemimpin yang berkualitas ‘entrepreneurial leadership’ antara lain :
a         Kepemimpinan (leadership) yang dinamis dan efektif. Kepemimpinan ini bisa diartikan sebagai suatu upaya menanamkan pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi dan menggerakkan (pihak lain seperti) : karyawan, bawahan, dan masyarakat sehingga mereka bekerja sesuai dengan kehendak pimpinan yaitu pencapaian tujuan (strategis) organisasi. Dalam menjalankan fungsi pimpinan ini (untuk menggerakkan para anggota organisasi) diperlukan ketrampilan atau pengetahuan tentang komunikasi serta faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja (motivasi).
b        Mempunyai profesionalisasi kepemimpinan yaitu mau dan mampu membawa teamwork untuk selalu kreatif, inovatif, dan mencari berbagai alternatif peluang dengan keberanian mengambil resiko.
c         Memiliki keahlian (expertise) dan kompetensi dalam satu atau beberapa bidang dan menjadi seorang pemikir yang intuitif (pencari peluang) bukan pemikir sistemik (pengatur kerja).
d        Mempunyai jiwa dan semangat kewirausahaan yang tinggi untuk mampu melihat, mengindentifikasi, mendayagunakan, dan menciptakan peluang mempunyai nilai lebih.
e         Mempunyai kemampuan manajerial untuk dapat merubah dan menggerakkan organisasi, (bukan bertahan pada status quo dengan sistem dan kondisi yang ada), sesuai dengan pilihan strategi perencanaan organisasi (Frinces, 2009).
f         Secara terus menerus melakukan perubahan dalam usaha menciptakan keunggulan mutlak walaupun kondisinya sudah di depan.
Keenam jenis kualitas seorang pemimpin dalam era global memberikan kesan kepada kita bahwa yang dibutuhkan dari sosok seorang pemimpin adalah mereka yang sangat (Frinces, 2004) :
·         Dinamis                                   -  kerja keras
·         Visioner                                   -  berpandangan perspektif
·         Berpengaruh                            -  membawa tim untuk kerja keras
·         Kompetensi (keahlian)            -  kemampuan menyelesaikan tugas
·         Inovatif                                   -  entreprenur, melakukan perubahan
·         Profesional                              -  mampu mencapai tujuan strategis
Pesan yang ingin disampaikan kepada setiap calon pemimpin dan pimpinan bahwa :
b        Kemajuan harus dirancang dan harus bekerja keras untuk memperoleh kemajuan tersebut, bukan hanya menunggu bantuan orang lain, dan jangan puas dengan apa yang dimiliki saat ini.
c         Selalu berusaha mencari banyak alternatif solusi.
d        Selalu berubah bila ingin cepat maju. Oleh karenanya kuasai konsep ‘management of change’ (mengelola perubahan) (Frinces, 2004)

Tantangan Pemimpin di Era Pasar Bebas
Pasar bebas kini sedikit demi sedikit telah dimulai. Banyak produk-produk asing kini telah beredar dan beterbangan di pasar Indonesia, dan kita nampaknya sulit untuk menolak produk-produk tersebut. Globalisasi dan pasar bebas tidak hanya memberikan peluang kepada pelaku bisnis, tetapi juga tantangan yang semakin berat. Pemimpin bisnis Indonesia pada masa mendatang harus berfikir bagaimana upaya untuk bertahan dan tetap hidup bisnisnya (survival) dengan memasang kesiapan kreativitas, inovasi  dan responsif tergadap perubahan-perubahan yang semakin cepat. Sudah menjadi kecenderungan global bahwa hanya perusahaan yang dikelola dengan baik, transparan, peka terhadap perubahan, dan selalu mengedepakan jiwa entrepreneruship yang akan dicintai stakeholder dan diburu investor.
Alex Trotman, mantan CEO di sebuah perusahaan otomotif global, Ford Motor Company, menganjurkan bahwa pemimpin bisnis di era pasar bebas ditantang untuk memiliki 3 kemampuan utama yaitu:
1.  Multi-cultural.
Beberapa waktu yang lalu, perusahaan-perusahaan asing yang ada di suatu negara akan memilih pemimpin (CEO) dari warga negara asalnya perusahaan untuk bisnis yang dijalani di negara-negara lain. Hal seperti ini sekarang tidak berlaku lagi di zaman bisnis tanpa batas wilayah. Di era yang sedang bergulir ini, yang diperlukan adalah pemimpin bisnis global dengan wawasan global. Asal-usul atau kewarganegaraan pemimpin tersebut bukan suatu prasyarat. Prasyarat utamanya adalah pengalaman multi-cultural. Karena ia akan memimpin perusahaan di berbagai negara dengan berbagai latar belakang budaya, paling tidak ia juga punya pengalaman dari berbagai budaya (minimum dua atau tiga), misalnya: pernah sekolah, tinggal, atau bertugas di dua negara atau lebih untuk beberapa waktu tertentu yang memungkinkannya untuk mengenal budaya setempat. Pengalaman multi-cultural akan membuat seseorang menjadi lebih terbuka wawasannya, sehingga bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan dan tindakan bisnis.

2.  Multi-lingual.
Mempelajari sebuah bahasa berarti juga mempelajari budayanya. Inilah yang menyebabkan kemampuan berbahasa menjadi penting dalam bisnis (karena orang yang memahami suatu bahasa asing, dengan sendirinya akan memahami budaya yang terkait dengan bahasa tersebut). Jadi, selain pengalaman budaya, seorang pemimpin bisnis global juga perlu menguasai dua atau lebih bahasa internasional (misalnya: bahasa Inggris dan Prancis atau Jerman serta Mandarin). Ia juga perlu memiliki kemampuan berbahasa lokal tempat ia ditugaskan. Misalnya: Jika ditugaskan di Filipina, sebaiknya ia juga segera mempelajari bahasa Tagalog; jika ditugaskan di Cina, ia perlu berusaha memahami bahasa setempat. Dengan demikian akan lebih mudah baginya untuk berkomunikasi dengan warga dunia (dengan bahasa dunia), dan warga lokal (dengan menggunakan bahasa lokal: Tagalog, Indonesia, Mandarin, ataupun Thai).

3.  Multi-functional.
Pengertian multi-functional adalah pengalaman di beberapa bidang kerja (dua atau lebih), misalnya: keuangan dan pemasaran; keuangan dan operasional; teknik dan pemasaran. Dengan pengalaman multi-functional, seorang pemimpin bisnis global akan lebih mampu melihat suatu permasalahan, kegagalan, dan kesempatan secara lebih utuh, yaitu dari berbagai aspek, sehingga keputusan ataupun tindakan yang diambil pun menjadi lebih berkualitas dan bijaksana. Ia juga bisa lebih mengantispasi masalah dari berbagai aspek bisnis..

Kompetensi Pemimpin Bisnis Era Pasar Bebas
Selain ketiga kemampuan utama di atas, seorang pemimpin bisnis di era pasar bebas, juga perlu dilengkapi dengan empat kompetensi utama berikut, yaitu:
1.  Passion.
Seorang yang pandai tanpa passion (semangat) tak akan ada artinya bagi perusahaan dibandingkan dengan seorang dengan kemampuan standar tetapi memiliki semangat sukses yang tinggi. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh orang yang memiliki semangat. Semangat tinggi untuk maju bisa memperbaiki berbagai kesalahan, mengubah kegagalan menjadi kemenangan, membantu dalam mengidentifikasi kesempatan dalam ancaman. Jadi, penting untuk dipastikan bahwa seorang pemimpin harus memiliki semangat yang tinggi dalam bidang kerja yang ditekuni sekarang.
2.  Team Building.
Seorang pemimpin untuk meraih sukses lebih cepat jika dia mendapat dukungan banyak orang. Untuk itu, ia perlu memupuk keterampilan sama dalam sebuah tim. Bagaimana caranya mendapat dukungan tim? Untuk mendapat dukungan banyak orang, terlebih dahulu, pemimpin perlu mendukung banyak orang (misalnya: anggota tim ataupun di luar tim) untuk sukses. Dengan demikian, emosi positif terhadap sang pemimpin bisa tumbuh. Jika emosi positif sudah tumbuh, dengan sendirinya rasa saling percaya juga akan tumbuh. Rasa saling percaya dan saling mendukung inilah yang merupakan modal utama dalam bekerja sama dengan anggota tim.
3. Values.
Visi dan misi mungkin saja berubah (bahkan perlu berubah) sejalan dengan bergulirnya waktu. Tujuan bisnis dan teknologi juga bisa berubah (bahkan harus berubah). Namun, ada satu hal yang tidak boleh berubah: values (nilai-nilai yang dianut). Jika nilai yang dipegang teguh adalah kemanusiaan, maka nilai inilah yang akan melandasi segala perubahan, keputusan, ataupun peraturan serta prosedur yang dijalani.
4.  Future Outlook.
Seorang pemimin perlu memiliki kemampuan melihat ke masa depan (future outlook), sehingga ia tidak perlu lelah mengejar kemajuan pasar. Sebaliknya, ia perlu selalu berada di depan pasar dengan mengantisipasi perubahan dan meggulirkan perubahan di pasar yang ditekuni. Ia tidak perlu takut akan ditiru, karena begitu orang lain atau perusahaan lain sibuk berusaha untuk menirunya, ia memastikan bahwa ia ataupun perusahaan yang dipimpinnya sudah berada beberapa langkah di depan pasar. Invent and reinvent the future perlu dijadikan motto pemimpin dunia internasional. Motto ini diterapkan oleh Andrew Carnegie dari Intel, perusahaan semi-conductor yang selalu berada beberapa langkah di depan pasar. Produk-produk yang sudah diikuti ataupun yang sedang dipelajari oleh para pemain lain, ditawarkan dengan harga rendah, sehingga sulit bagi perusahaan lain untuk bersaing. Sedangkan produk-produk generasi baru diluncurkan dengan harga premium (karena belum ada yang meniru). Untuk itu, Intel selalu memfokuskan riset dan pengembangan produknya pada produk masa depan.
Hasil survei membuktikan bahwa ternyata para pemimpin bisnis dunia yang sukses secara berkelanjutan memiliki beberapa persamaan penting. John R Shoup Lanham  telah melakukan survei yang dilakukan di 800 perusahaan dunia terkemuka yang menjadi objek penelitian (A Collective Biography of Twelve World-Class Leaders: A Study on Developing Exemplary Leaders).  Dari penelitian ini ditemukan adalah sebagai berikut:
1.   Usia
Usia rata-rata dari para pemimpin bisnis (CEO) adalah 56 tahun,
usia tertua adalah 83 tahun (William Dillard, Dillard’s Inc) dan yang termuda adalah 33 tahun (Michael Dell, CEO dari Dell Computers).
Usia muda ataupun tua bukan hambatan untuk memulai usaha ataupun menjadi pemimpin yang sukses. Para CEO ini ternyata sebagaian besar berjuang dari bawah sampai akhirnya mencapai posisi puncak di perusahaan mereka. Mereka sudah banyak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang industri yang mereka tekuni.
2.   Pendidikan
Hasil survei juga menunjukkan bahwa sekitar 52 persen dari CEO dari 800 perusahaan dunia memiliki gelar kesarjanaan. Hasil ini memperlihatkan bahwa faktor pendidikan masih merupakan hal yang penting sebagai faktor pendukung dalam pengambilan keputusan dan dalam membentuk cara berpikir sukses. Namun, gelar sarjana bukanlah jaminan meraih sukses. Cukup banyak juga dari mereka yang tidak memiliki gelar sarjana, namun mereka kebanyakan yakin bahwa pendidikan sangat penting dalam membentuk cara berpikir taktis dan kritis. Pendidikan ini tidak harus selalu dicapai melalui pendidikan formal di sekolah atau univeristas. Banyak cara untuk senantiasa belajar dan menajamkan cara berpikir kreatif dan kritis dari kehidupan sehari-hari, misalnya dengan meneladani orang-orang sukses yang kita kagumi di sekitar kita.
3.   Teknologi
Satu dari lima CEO yang menjadi objek penelitian memiliki keyakinan tinggi bahwa teknologi merupakan sarana penting untuk mempertajam kemampuan perusahaan mereka untuk bersaing di dunia bisnis. Untuk itulah mereka senantiasa melakukan pengkinian terhadap teknologi di perusahaan mereka.
Lebih dari separuh dari CEO di 800 perusahaan terkemuka dunia tersebut juga memiliki kemampuan dan keterampilan menggunakan komputer. Mereka mengakui bahwa keterampilan mereka dalam memanfaatkan komputer cukup baik sampai baik sekali. Mereka menggunakan teknologi dalam kehidupan mereka sehari-hari dan di kantor mereka juga memiliki perhatian dan minat yang tinggi dalam hal teknologi dan senantiasa memantau perkembangan teknologi dalam bisnis dan kehidupan mereka.

4.  Optimisme
Dari hasil polling pendapat, ternyata hanya lima persen CEO yang pesimistis dalam menghadapi masa depan. Sebagian besar memiliki optimisme yang tinggi dalam menghadapi masa depan. Optimisme inilah yang mendorong mereka untuk selalu positif dalam mempersiapkan diri dan perusahaan menghadapi tantangan masa depan. Sikap optimisme ini merupakan faktor yang positif yang mendorong mereka untuk selalu berpikir kreatif dan inovatif. Cara berpikir positif seperti inilah yang banyak sekali membantu mereka untuk melakukan pembelajaran yang berkesinambungan. Proses pembelajaran ini merupakan proses yang kritis dalam mendorong para pemimpin bisnis untuk menelorkan ide-ide yang segar guna memperbaharui dan memperbaiki kinerja karyawan dan perusahaan.
5.   Dukungan
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa di balik sebuah kesuksesan yang diraih terdapat sekelompok orang yang menjadi pendukung para CEO tersebut: keluarga, kerabat, teman, dan karyawan. Untuk menggalang dukungan ini, para pemimpin bisnis juga harus berinvestasi dalam membina hubungan baik dengan banyak orang.Para karyawan dan orang-orang sekitar para pemimpin bisnis umumnya mengakui bahwa pemimpin mereka memiliki kualitas yang patut diteladani (exemplary quality) dan kompetensi yang tidak lagi diragukan di bidang yang mereka tekuni. Selain itu, mereka juga memiliki perhatian yang tinggi terhadap orang-orang di sekitar mereka.
Para pemimpin bisnis ini tidak memperlakukan karyawan seperti ”bawahan” melainkan lebih seperti mitra bisnis yang patut dihormati dan dihargai pendapatnya. Tindakan seperti ini akhirnya membuat orang-orang di sekitar para pemimpin bisnis merasa dihargai dan dihormati. Perasaan dihargai dan dihormati mendorong orang-orang sekitar mereka juga memberikan rasa hormat dan dukungan penuh mereka bagi para pemimpin bisnis tersebut.Jadi, jelaslah bahwa keterampilan membina hubungan baik merupakan keterampilan yang penting dimiliki jika ingin meraih sukses, karena sukses perlu mendapat dukungan banyak orang.
Pemimpin bisnis Indonesia di era pasar bebas seharusnya tidak hanya memupuk pengalaman kerja yang kaya dalam budaya, bahasa, dan fungsi bisnis. Pemimpin juga perlu memiliki persyaratan utama berupa semangat, kemampuan bekerja dalam tim, nilai-nilai yang tak lengkang oleh waktu dan usia, serta kemampuan untuk melihat ke depan bukan mengejar ketinggalan saat ini. Pemimpin bisnis masa depan bukan saja harus memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni namun juga harus mampu membawa perusahaan untuk lebih beretika, fokus pada tujuan jangka panjang dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pemimpin di era pasar bebas diharapkan akan merespon tantangan untuk:
1.      Mereorientasi visi dan misi organisasi.
2.      Membuat program prioritas baru.
3.      Merumuskan strategi dan kebijakan strategis organisasi.
4.      Reformasi struktur dan sistem manajemen organisasi.
5.      Menciptakan budaya dan semangat baru di lingkungan kerja.
6.      Memunculkan harapan baru bagi kemakmuran pihak-pihak (stakeholders) terkait.
7.      Menanamkan pemahaman dan komitmen bersama bahwa kemakmuran yang diinginkan harus dilakukan bersama dengan kerja ekstra keras. (Heflin Frinces, 2009).
Pemimpin perusahaan yang baik dewasa ini, menurut Charan, memang harus memiliki kemampuan yang berlipat ganda. Layaknya seorang Superman, pemimpin perusahaan memang dituntut jeli, paham dan mampu mengatasi setiap permasalahan perusahaan secara bijaksana dalam waktu singkat. Bukan lagi masalah manajerial internal semata yang harus diselesaikan, namun bagaimana pemimpin mampu membangun keseimbangan dengan para pemangku kepentingannya - internal maupun eksternal - sehingga dapat menjamin bahwa bisnis yang dijalaninya dapat terus berlanjut untuk mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Jelas, ini bukan pekerjaan mudah karena bekerja dengan pemangku kepentingan untuk mencapai keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan adalah sebuah keterampilan. Keterampilan ini bukan hanya didapat dengan cara membaca kumpulan teori atau kisah sukses yang kemudian dipraktikkan. Lebih daripada itu bagaimana pemimpin dapat selalu rajin untuk melihat kondisi nyata di lapangan karena akan banyak perbedaan yang timbul. Lebih lanjut, pemimpin juga hendaknya bisa memulai sebuah strategi bisnis yang lebih mendasari pada konsep-konsep ilmu pengetahuan, karena dengan dengan hal ini pemimpin punya acuan “pasti” bagaimana harus bertindak dan bergerak.
Oleh karenanya, para pemimpin bisnis harus berupaya keras untuk mempelajarinya. Terkadang harus dengan membongkar kembali apa yang mereka percaya lalu mempelajari hal yang benar-benar bertentangan dengan itu. Lebih jauh dari pada itu, kemampuan manajerial “tradisional” pemimpin juga harus diimbangi dengan kemampuan “baru” untuk melakukan praktik tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang substansial. Dengan hal ini, jelas jaminan keberlanjutan bisnis perusahaan akan terus hadir di masa yang akan datang. Para pemimpin bisnis harus selalu ingat bahwa sukses perusahaan tidak lagi ditentukan dengan kinerja perusahaan dengan meningkatnya nilai saham perusahaan di lantai bursa atau meningkatkan pembagian deviden bagi para pemegang saham dalam jangka pendek. Saat ini, perusahaan dapat berhasil bila mampu menciptakan keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk mewujudkan kemitraan tiga pihak antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat dalam mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Hanya dengan cara demikian sajalah perusahaan akan meraih keuntungan dalam jangka panjang. Keberhasilan perusahaan untuk menjadi sustainable company ditentukan dari apakah ia bersedia untuk turut dalam arus sustainable development. Tekanan sosial yang mengarah ke sana harus disambut dengan hangat sebagai peluang perbaikan, bukan dihindari dengan represi atau tipuan.

Penutup
Realitas lingkungan yang selalu berubah menuntut perilaku dan kompetensi kepemimpinan yang dapat mengelola keberagaman dalam berbagai aspek. Di era pasar bebas sekarang ini lebih dibutuhkan mindset pemimpin yang holistik, sehingga mampu berfikir lintas budaya, lintas fungsi, lintas bahasa, lintas kapabilitas dan sebagainya untuk dapat menciptakan peluang dan keunggulan dari diversitas yang ada. Disamping itu perubahan yang cepat menuntut fleksibilitas dan kapabilitas dinamis yang tinggi, kondisi ini juga menuntut untuk mengubah paradigma kepemimpinan yang lebih memberdayakan seluruh kapabilitas yang ada, kepemimpinan yang lebih demokratis dan partisipatif. Pemimpin masa depan harus berani keluar dari nilai-nilai dan budaya yang memang sudah tidak relevan lagi, untuk kemudian berpikir kreatif dan inovatif untuk menciptakan peluang organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perbaduan antara talenta, ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta lingkungan yang membentuknya.
Bennis dan Nanus (2006) menyatakan bahwa perhatian utama para pemimpin adalah membangun organisasi guna menjamin kelangsungan hidup dan kesuksesan jangka panjang. Pemimpin merupakan instrumen utama yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk menyampaikan impiannya, menunjukkan ke arah keberhasilan mereka, dan membantu orang agar bisa bekerja sama secara efektif untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah. Oleh karena itu, bagi seorang pemimpin bisnis Indonesia di era pasar bebas harus membuat bukti adalah persyaratan, bukan sekedar visi atau tujuan. Artinya, dia harus dapat membuktikan terciptanya keunggulan bisnis sekaligus bertanggung jawab terhadap lingkungan.



Daftar Pustaka
Bennis, Warren, dan Burt Nanus. 2006. Leaders: Strategi untuk Mengemban Tanggung Jawab. Jakrta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Covey, Stephen R. 2004. The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness. New York: Free Press.
Dessler, Gary. 2005. Human Resource Management. 10th Ed. Upper Saddle River,.NJ: Pearson Education, Inc.
Edi Prasetyo Nugroho dan Rina Elisaprapti, Desember 2002, Membangun Karakter Bangsa Pasca Krisis, Jurnal Telaah Bisnis, Volume 3, Nomor 2, Yogyakarta: AMP YKPN.
Greenberg Jerald and Robert A. Baron.1995. Behavior in Organizations. Understanding And Managing The Human Side of Work. Prentice Hall Inc.
Gitosudarmo, Indriyo, dan Sudita, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE
Miftah Thoha, 1994, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta : CV. Rajawali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar